Pikiran Kritis untuk Masa yang Kritis, Catatan dari Peringatan Hari Kebebasan Pers Dunia

  • Whatsapp
Tasrief Siara

Sejumlah aktivis Hukum, NGO dan Jurnalis di Pakistan telah bersatu untuk menyusun draft undang-undang perlindungan jurnalis, namun anehnya pemilik media tak bersedia bergabung.

Jurnalis Maria Resa dari Philipina juga memaparkan jika tak ada undang-undang yang  melindungi jurnalis bekerja di sana. Lembaga media tempat wartawan bekerja juga tak melindungi jurnalisnya. Wartawan  Phlipina kata Maria Resa sedang dilatih bagaimana cara melindungi diri saat meliput.

Bacaan Lainnya

Hal senada dikatakan  Muthia Hafid anggota Komisi I DPR. Di forum itu Muthia mengatakan, jurnalis Indonesia saat ini sedang menikmati kebebasan pers namun mereka lupa bagaimana cara melindungi diri sendiri.

Itulah sebagian kecil kisah getir jurnalis bekerja di sejumlah negara. Kejadian seperti itu nyaris tak lagi terdengar di Indonesia. Namun di sisi yang lain, kemajuan teknologi komunikasi di era kebebasan bereksperesi yang disertai  hadirnya jejaring  perangkat digital  dan media sosial, ternyata melahirkan sejumlah implikasi sosial.

Melalui perangkat media sosial itu, nyaris setiap saat kita mendapatkan berita palsu (fake news) yang memiliki daya rusak yang sangat besar ketika dipadu dengan ujaran kebencian. Masalah seperti ini nyaris terjadi di seluruh dunia.

Richard Gingras Direktur Divisi Berita Google pada salah satu sesi diskusi forum WPFD mengatakan, berita hoax  atau berita palsu saat ini telah memasuki jantung jurnalisme professional. Inilah salah satu masalah dan  ancaman kebebasan pers saat ini.

Indonesia terbilang sukses menjadi penyelenggara WPFD 2017 ini. Sejumlah jurnalis dunia puas atas penyelenggaraan hari kebebasan pers sedunia itu. UNESCO, Pemerintah Indonesia dan Dewan Pers sangat cerdas memadukan diskusi-diskusi kritis diselingi pertunjukan kebudayaan yang memukai jurnalis dunia.

Sayangnya, dalam setiap forum diskusi kritis yang berlangsung secara parallel di berbagai kelas dengan narasumber kelas dunia, jurnalis dan praktisi media di Indonesia paling sedikit jumlahnya di setiap kelas. Padahal lebih  dari 60 % dari Indonesia dari 1.608 jurnalis dari 94 negara yang menghadiri hari kebebasan pers sedunia itu.

Pos terkait