Menanti Suara dari Tidore Untuk Indonesia

  • Whatsapp

Oleh : Muhd Nur Sangadji

HEBOH Indonesia belum selesai, meski Pilkada DKI  telah berakhir. Pasalnya, Ahok yang ditengarai menista agama dijatuhi hukuman penjara, ditolak oleh pendukungnya.

Bacaan Lainnya

Gelombang penolakan  merambah  ke beberapa daerah, bahkan  menggelinding  ke dunia Intenasional. Bola panas ini terkesan memperoleh  lokus baru untuk diputar ulang. Hembusan kemedekaan Papua mulai ditiup lagi, seolah kasus Ahok mewakili perasaan ini.

Sebagai orang yang lama bekerja untuk resolusi  konflik, saya memahami kesamaan pola dalam  urusan pertikaian ini. Lihatlah, bagaimana pendukung  dan  non pendukung Ahok, sama sama berjuang atas nama keadilan. Maka, tidak ada jalan lain kecuali  menyerahkannya pada  pengadilan.

Semua pihak lalu bicara tentang penghormatan pada   proses pengdilan. Tapi, begitu pengadilan   menetapkan hukum, tidak banyak yang tulus menerima.  Ini soal kepatuhan dan konsistensi berprilaku warga negara.

Pada hari di mana Jakata gaduh oleh gelombang protes tersebut beberapa hari lalu, saya mendapat pesan elektronik via WA dari kawan-kawan di Papua. Isinya tentang reaksi Papua yang ingin merdeka lantaran  kasus ini. Keinginan yang begini, tentu saja tidak baru dan bergayung bersambut dengan gerakan  mondial. Maka saya jawab  persis seperti judul artikel ini, menanti suara dari Tidore untuk Indonesia.

Bila kita mau sedikit merenung, kita akan  menemukan fakta  bahwa negeri Nusantara ini sejak dahulu terus diobok-obok agar pecah. Timor timur (lihat sejarah  kesultanan Ternate) telah lepas.

Api Papua terus ditiup agar membara dan menyala.   Kasus  Ahok adalah gerbang barunya. Kalau  kita  terus bertahan hanya dengan mengandalkan  politik semata, Indonesia akan runtuh berkeping-keping.

Saat tinggal di Eropa tahun 1994 sd 1997, saya menyaksikan dubes RI di Paris, diserang pertanyaan  oleh dua watawan  senior Televisi Perancis, tentang Timo-timur dan Papua. Pembelaan Dubes kita juga sangat luar biasa.

Tapi, yang tidak sempat diungkap beliau kala itu,  adalah testemoni historis. Karena itu, artikel   ini  saya tulis untuk agar kita berkaca pada sejarah (we study histoy that we may be wise before event).  Tentu saja, esensi terbesarnya  adalah bangkitnya rasa keadilan.

Pos terkait