Sekira pukul dua dinihari pada pekan terakhir Agustus 2015 lalu itu, kami memasuki Masjidil Haram untuk tawaf di Baitullah dan Sai antara Safa dan Marwah. Kami disambut oleh dentuman peralatan tukang yang bergantian memainkan irama palu-palunya. Juga batangan-batangan crane yang menjulang tinggi itu terlihat masih konsisten memindahkan bahan-bahan bangunan disetiap sudut-sudut masjid.
Memang, di musim haji seperti bulan ini, memasuki Masjidil Haram bukan perkara gampang, membutuhkan perjuangan dan keberuntungan. Diperkirakan, tiga jutaan umat Islam dari seluruh penjuru dunia hari ini tumpah ruah diseluruh Kota Makkah. Bisa dibayangkan, ketika waktu shalat wajib tiba, nyaris tak ada ruang dalam mesjid yang tersisa.
Semua pelataran masjidil haram penuh sesak. Bahkan mall-mall yang betingkat di sekitar masjid juga penuh dengan jamaah untuk shalat. Tak hanya mall, di jalanan dan trotoar juga digunakan untuk shalat wajib.
Jumat sore 11 September 2015 lalu, jelang shalat magrib, para jamaah dikagetkan oleh pusaran angin yang berhembus kencang menerbangkan apa saja disekitar masjidil Haram. Hujan es turun deras, kilatan petir sambar penyambar disertai dentuman guntur yang menggelegar. Jalan-jalan utama berubah fungsi bagai sungai yang mengalirkan air deras bagai banjir bandang.
Salah satu alat berat batangan crane yang menjulang tinggi itu terpelanting karena tekanan angin badai gurun, patah dan rubuh menimpa salah satu sudut masjid, tak jauh dari tempat tawaf. Disitu jamaah berjubelan, tak ada ruang untuk menghindar karena seluruh tempat telah sesak bersiap untuk shalat magrib.
Peristiwa getir seakan tak hanya berhenti seperti pada jumat sore jelang magrib di Masjdil Haram. Setelah prosesi wuquf di Arafah dan dan mabit di Musdalifah, tragedi berdarah kembali berulang.
Kamis pagi 24 September2015 lalu, sekitar pukul 7.30 waktu Mina, seribuan jamaah haji dari berbagai negara kembali meregang nyawa di terowongan Al Mu’asim Mina. Koordinasi yang buruk untuk mengaturan alur melontar di Jamarat membuat ribuan jamaah saling terinjak ditengah tipisnya oksigen di terowongan itu.
Tragedi Mina memantik ketegangan diplomatik antara pemerintah Arab Saudi dan Iran, karena ratusan jamaah haji Iran menjadi korban. Sampai hari ini tak ada informasi resmi dari pemerintah Arab Saudi, apa substansi masalah hingga nyawa ribuan jamaah meregang di terowongan Al Mu’asim Mina.
Sebuah bencana yang mengerikan dan sebuah peringatan yang mesti direnungkan secara bersama. Dan kita berharap, peristwa berdarah itu tak berulang. Moga Allah menempatkan para korban Crane di Masjidil Haram dan Terowongan Mina ditempat terbaik disisi-Nya sebagai suhada yang wafat secara khusnul khotimah.***