Dokter Umum Perlu Tingkatkan Profesional dan Kompetensi

  • Whatsapp

TALK SHOW – Anggota DPD-RI, dr Delis J Hehi bersama Ketua Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI),  Sulteng, dr Akbar dan Natsir membahas penguatan profesionalisme dokter dalam akselerasi penurunan angka kematian ibu dan bayi di era Jaminan Kesehatan Nasional, Sabtu 31 Oktober 2015 di Palu.

Tekan AKI-AKB
PALU, PE – Penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) di Indonesia masih jauh dari target  Millenium Develepment Goals (MDG’s). Target MDGs untuk AKI yaitu 102 AKI per 100.000 angka kelahiran hidup, namun AKI di Indonesia masih cukup tinggi yaitu 359 AKI per 100.000 kelahiran hidup.

Sedangkan target  MDGs untuk penurunan AKB yaitu 23 per 1.000 kelahiran hidup namun AKB yang tercatat masih sebesar 35 per 1.000 angka kelahiran hidup. Dari fakta itu, Sulteng merupakan salahsatu provinsi penyumbang  AKI dan AKB tertinggi di Indonesia.

Data itu diungkap anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD)R I Komite III asal Sulteng, dr Delis J Hehi dan Ketua Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) Sulteng, dr Akbar dalam sebuah diskusi yang digelar televis lokal Sulteng, Sabtu 31 Oktober 2015. Diskusi yang mengangkat isu penguatan profesionalisme dokter dalam akselerasi penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini juga dihadiri dokter Natsir, selaku Ketua Panitia Pelaksana  Professional Genaral Practitioner’s Exhibition And Training VI di Sulteng.

“Itulah potret kondisi kesehatan ibu dan bayi yang terjadi saat ini di Indonesia dan ini menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua,”kata Delis membuka diskusi.
Berbagai persoalan mendasar mengemuka dalam diskusi itu. Delis menyebutkan penyebab persoalan itu tidak lepas dari dari tiga hal. Pertama pendistribusian tenaga kesehatan baik dokter umum maupun bidan di daerah yang tidak merata hingga ke pelosok.  Serta soal aksesibilitas terhadap pelayanan rujukan setelah penanganan ditingkat pelayanan pertama (primer).

Kedua terkait dengan kompetensi dan profesionalitas tenaga kesehatan khususnya dokter umum. Dan ketiga yang tak kalah penting adalah faktor kesejahteraan. Sangat wajar katanya, pertanggungjawaban pencapaian target kesehatan diimbangi dengan kesejahteraan tenaga kesehatan di lapangan.

“Sebagai seorang dokter yang kebetulan duduk di DPD, hal ini yang memang yang terus  kami dorong dan suarakan,”ujarnya.

Berkaitan dengan pemenuhan tenaga kesehatan, seharusnya kata senator muda asal Sulteng ini setiap puskesmas atau pelayanan primer tergetnya memiliki dua dokter umum dan satu dokter gigi. Namun kekurangan itu kerap terjadi lantaran perbedaan konsep penempatan petugas kesehatan antara pemerintah pusat dan daerah. Ketika pemeritah pusat telah mengatur penempatan tenaga dokter atau bidan PTT di daerah, pemerintah daerah justru mengutak atik penempatan itu.

“Makanya perlu ada antisipasi dalam regulasi terkait rasio penempatan tenaga kesehatan sehingga memenuhi target ketersedian tenaga dokter pada pusat layanan tingkat pertama sesuai target,”ujarnya.

Regulasi yang dimaksud adalah pembagian tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah pusat melalui  mekanisme pengadaan dokter PTT dan daerah  melalui mekanisme pengangkatan dokter PNS.

“Harus diatur lebih baik. Ketika pemerintah pusat sudah mendistribusi tenaga PTT di daerah,  pemerintah daerah harus memprioritaskan penempatan formasi tenaga dokter PNSnya yang diajukan daerah pada wilayah yang kekurangan dokter atau bidan. Sehingga jumlah pengangkatan PNS di daerah yang terbatas itu akan diprioritskan pada daerah yang belum terpenuhi,”terang Delis.
Delis menambahkan, dokter umum merupakan kompenen penting dalam peningkatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi pada pelayanan tingkat primer. Keberadaan dokter ditingkat pelayan primer bisa lebih maksimal ketika mereka memiliki profesional dan kompetensi yang tinggi.

Dalam kesempatan itu, Delis mengapresiasi penyelenggaran Professional Genaral Practitioner’s Exhibition And Training VI, yang digelar PDUI Sulteng di Kota Palu. Kegiatan itu menurutnya mencerminkan kesadaran  kalangan dokter meningkatkan pengetahuan, kompetensi dan profesionalitasnya.

“Kegiatan itu memberi pesan bahwa dokter ingin memberikan yang terbaik bagi masyarakat. Karena itu merupakan bagian dari tanggung jawab dari sumpah dokter,”katanya.
Strategi penurunan AKI dan AKB menurutnya bukan menjadi tanggung jawab kalangan dokter dan tenaga kesehatan lainnya saja. Tanggungjawab itu adalah tanggung jawab bersama semua komponen kesehatan maupun masyarakat termasuk political wiel dari pemerintah dalam rangka penyediaan tenaga dokter dan sarana dan prasarana serta akses yang baik bagi masyarakat.

“Saya pikir ini menjadi PR bagi semua pihak, pemerintah pusat, daerah maupun unsur perumus kebijakan di tingkat pusat. Teman profesi dan sejawat, dan bagi masyarakat dan media. Bagi saya ketika semua unsur itu terpenuhi maka bisa ada  penghematan bagi negara dan masyarakat dalm mendapatkan pelayan kesehatan,”jelasnya.

Sementara Ketua PDUI Sulteng dr Akbar mengatakan, kompetensi tenaga kesehatan pada pelayanan tingkat primer sangat berperan dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak khususnya. Karena layanan primer memang menjadi pilihan pertama masyarakat dalam mendapatkan layanan.

“Mereka pergi ke rumah sakit atau dokter spesialis kandungan nanti ketika ada masalah,”ujarnya.
Dr Akbar berpendapat bahwa salahsatu penyebab tingginya AKI dan AKB adalah sistem rujukan dari pelayanan primer ke sekunder yang kurang terkoordinasi. Sebaiknya kedepan kata dr Akbar, penangan pasien ibu dan anak harus diselesaikan pada tingkat pelayanan primer saja.
Makanya kata Akbar, PDUI nantinya akan memprogram  menyiapan ruang bersalin dan dokter sesuai standar kebutuhan. Sehingga ketika ada bidan yang mau merujuk harus melakukan supervisi terlebih dulu  pada dokter yang ada di Puskesmas.

Dengan meningkatkan kompetensi dan profesional serta ketersediaan dokter dan bidan di palayanan primer, pasien kata Akbar tak perlu lagi dirujuk ke pelayanan sekunder.Sebab, tak jarang peristiwa, ketika pasien tidak tertangani di primer, tenaga medis merujuknya lagi ke pelayanan sekunder. Karena faktor jarak, terkadang pasien meninggal dunia dalam perjalanan.

“Di Pukesmas harusnya disiapkan dokter ahli dan ruang bersalin. Sehingga supervisi dokter yang ada di puskesmas itu bisa dilakukan sebelum ke rumah sakit. Sebab tak jarang kematian ibu hamil disebabkan jauhnya jarak rujukan,”urai dr Akbar.

Dia mengatakan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan juga masih rendah. Masih perlu memperkuat pendidikan bagi ibu hamil.  Akbar mengaku ketersediaan tenaga dokter di Sulteng memang masih terbatas. Kondisi saat ini di Sulteng masih banyak puskesmas yang hanya memiliki satu dokter bahkan ada yang sama sekali tidak memiki dokter.

“Akhirnya terkadang kita mengabaikan tiga D, telambat ditangani, terlambat dirujuk dan terlambat diputuskan.  Dan ini salahsatu kontribusi yang besar terhadap AKI dan AKB,”ujarnya.
Sementara dr Natsir berpendapat, bahwa profesionalitas dan komptenesi tenaga media memang sudah seharusnya menjadi beban tanggung jawab dari profesi itu. Sebenarnya dokter punya peran penting dalam persoalan ini, makanya tiada pilihan lain bagi tenaga medis untuk terus meningkatkan kompetensi.

“Salah satu strategi kami adalah melalui kegiatan PPGP Ekstra VI. Kita berharap setelah kegiatan itu, tenaga medis dapat menambah pengetahuan dan kompetensi sehingga mereka menjadi pelaku utama dalam proses penurunan AKI dan AKB,”jelasnya.

Menurutnya, jumlah dokter umum di Sulteng sebenarnya sudah mencukupi standar, dua dokter umum setiap puskesmas. Namun realita saat ini penempatan dokter menumpuk di wilayah kota. Hal ini perlu mendapat perhatian pemerintah daerah. Sebab proses penempatan tenaga medis dari pemerintah pusat terkadang dibijaksanai di level daerah.

“Pengangkatan dokter dan bidan PTT harusnya tetap menjadi kewenangan pusat, sehingga pemda tidak bisa mengutak atik lagi penempatan itu,”ujarnya.

Salah satu agenda penting PDUI kata dr Natsir, adalah meningkatkan komptensi dokter dan bidan pada pelayanan primer. Dokter dan bidan harus senantiasa terus mengupdate informasi guna meningkatkan komptesensi. Sehingga terjadi peningkatan pelayan kesehatan merata bagi masyarakat yang dapat menekan angka kematian ibu dan bayi “Makanya dalam upaya menekan kematian ibu dan bayi dokter umum memang memiliki peran sangat penting,”demikian Natsir.(mdi)

Pos terkait