Tasrief Siara, Praktisi komunikasi massa
HARI ini Anis dan Sandi dilantik sebagai gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta. Banyak hal menarik dipelajari pada proses Pilkada Gubernur Jakarta itu, apalagi untuk mereka yang minat bermain di “wilayah perebutan kekuasaan”, hingga menghantarkan kemenangan Anis dan kekalahan untuk Ahok.
Ketika proses pungut hitung (voting day) pada putaran kedua selesai pada enam bulan lalu itu, saya merekam ragam respon dari warga Kota Palu yang peduli Pilkada Jakarta.
Respons itu menarik: Ahok kelaut. Begitu suara kawan dari balik kotak suara telepon selular saya. Lain lagi respon seorang tukang yang lagi pasang terali jendela di rumah saya, spontan ia berujar saat mendengar berita di televisi, “hmmm, akhirnya kalah juga kau”.
Seorang warga keturunan di pelataran kafe sebuah perumahan mewah di bilangan Tondo rabu malam usai proses pungut hitung pada enam bulan lalu itu, dengan suara lirih berujar pada kawannya, “dia kalah”.
Begitulah gambaran dari pengaruh Pilkada Jakarta yang begitu kuat menyita perhatian publik. Nyaris tak ada warga di negeri ini tak menanti hasil peratarungan DKI satu antara Anis-Sandi dan Ahok-Jarot.
Juga begitu banyak peristiwa sosial dan politik yang terjadi hingga melahirkan aneka variabel yang menjadi sumber perbincangan bagi warga kebanyakan dan sumber analisis ilmuan politik maupun para praktisi politik di panggung talk show televisi.
Namun yang pasti, banyak pelajaran yang bisa dimanfaatkan untuk mereka yang suka terlibat dalam “permaian kekuasan”, karena pilkada Jakarta itu memang sarat pembejaran, apalagi ditunjang dengan lahirnya anomaly yang menarik untuk dipetik hikmahnya.
Untuk sebuah pembejaran itu, seperti ditunjukkan oleh hasil penelitan lembaga riset Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang dilakukan dari tanggal 31 Maret sampai 5 April 2017 menemukan, sebanyak 76 persen warga Jakarta puas atas kinerja Gubernur Ahok dan Jarot. Itu artinya modal politik telah dalam genggaman.
Namun pertanyaannya, mengapa kalah ? Entahlah risetnya yang “bermain” untuk salah satu pasangan kandidat atau barangkali pemilih bimbang yang diriset hingga cepat berubah pikiran.