Setahun, 3.257 Hektar
Lahan tani Sigi Berkurang
SIGI, PE – Konversi lahan pertanian menjadi lahan properti komersial terus meningkat. Peralihan lahan pertanian menjadi proyek properti ini sangat merugikan petani, sekaligus bisa memengaruhi target swasembada pangan. Bagaimana mengatasi masalah ini?
Properti menjamur, lahan pertanian menyempit. Ironis. Sektor yang seharusnya diberdayakan sebagai lumbung padi justru kini dialihfungsikan menjadi industri yang tidak menopang kehidupan masyarakat luas.
Berdasarkan data Dinas Pertanian, peternakan dan perikanan Kabupaten Sigi, konversi lahan pertanian menjadi non pertanian yang bersifat komersil naik mencapai 13.99 persen hingga 14,64 persen ditahun 2013 dan 2014 . Artinya, kini, pemerintah harus mulai serius memantau konversi lahan sawah menjadi nonsawah.
Apalagi, saat ini, Kabupaten Sigi menjadi salah satu daerah penopang kebutuhan pangan di Kota Palu dan sekitarnya, sekaligus pertanian adalah penyangga utama perekonomian masyarakat di Sigi.
Ditahun 2013 dan 2014, luas sawah irigasi yang ditanami padi berkurang sekitar 3257 hektar lahan. Perbandingan lahan tanam padi ditahun 2013 dan 2014 yakni, 22.242 hektar (2013) dan kini tinggal 18.985 (2014). Yang lebih mengejutkan, sejak tahun 2010 hingga 2014, pertumbuhan permukiman dan perkantoran meningkat tiga kali lipat dari sebelumnya. Data itu menyebutkan, ditahun 2010 dan 2011, lahan permukiman dan perkantoran berjumlah 32.454 hektar, sementara ditahun 2012 hingga 2014 meningkat menjadi 110.778 hektar.
Kebanyakan pengembang menyukai area sawah untuk diubah dan dijadikan rumah toko (ruko) dan perumahan. Alasannya kebutuhan penyediaan air bersih dan kemudahan pembangunan.
Lantas, bagaimana sikap pemerintah menyikapi maraknya konvensi lahan pertanian ini? Pemerintah Kabupaten Sigi melalui Dinas Pertanian, peternakan dan perikanan Kabupaten Sigi, mengaku akan intensif melakukan koordinasi dengan dinas terkait, termasuk Dinas Pekerjaan Umum yang mengelola tata ruang daerah. Sinergi antar SKPD dan koordinasi pemerintah desa, kecamatan dan kabupaten dilakukan untuk meminimalisir merebaknya pembangunan properti di Kabupaten Sigi, sekaligus untuk meningkatkan produksi padi.
“Makanya pihak tata ruang bekerjasama dengan kami terkait Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Tanpa rekomendasi kami, IMB tidak akan diterbitkan, karena kami tidak mengizinkan perusahaan membangun dilahan produktif tani, ” kata Atman, S.Pt, M.si Kepala seksi produksi tanaman pangan dan holtikultura dikantornya, Senin 10 Agustus.
Ia menegaskan pihaknya tidak akan mendukung pembangunan perumahan yang dilakukan di atas area sawah yang produktif karena hal itu sama saja dengan mengurangi sumber pangan untuk menghidupi masyarakat.
Menurut Atman, penolakan pembangunan di atas sawah dilakukan untuk mengantisipasi berkurangnya lagi kawasan persawahan karena dialihfungsikan sebagai kawasan perumahan yang tidak bisa menghasilkan bahan pangan. Apalagi, pengalihfungsian area persawahan yang produktif menjadi kawasan perumahan akan menimbulkan permasalahan jangka panjang, antara lain terkait dengan potensi krisis pangan pada masa mendatang.
” Untuk itu, kami akan patuh terhadap tata ruang daerah yang sudah dibuat. Hal tersebut juga penting agar tidak banyak lahan yang sebenarnya telah terbatas di sejumlah desa diubah seluruhnya menjadi kawasan residensial, ” kata kepala seksi yang baru menjabat awal 2015 ini.
Sementara itu, Bupati Sigi Aswadin Randalembah meyakini pihaknya patuh terhadap tata ruang daerah. Menurutnya pembangunan properti saat ini menjadi tolak ukur perkembangan suatu daerah, dan berada di lokasi properti seperti tata ruang jelaskan.
” Sampai saat ini belum ada laporan terkait lahan produktif yang dijadikan pemukiman, kalau banyak properti saat ini itu karena memang sudah dalam tata ruang, kami tidak akan berikan izin kalau tidak sesuai dengan ketentuan, ” kata Aswadin belum lama ini.
Jika pengembang masih tetap membangun dilahan produktif yang tidak sesuai tata ruang, Aswadin menegaskan akan meminta dinas terkait untuk menghentikan pembangunan. Aswadin menjelaskan, ada beberapa perusahaan yang merugi akibat tidak patuh atas ketentuan yang berlaku. Salah satunya adalah penegasan untuk tidak melanjutkan pembangunan dilahan produktif, meskipun pengembang sudah membayar lahan yang ada dan telah membangun separuhnya.
“Banyak pak, sekitar 3 atau 4 perusahaan kami hentikan pembangunan karena tidak berada di area pemukiman seperti aturan tata ruang. Jadi saya jelaskan, perusahaan yang dihentikan ini karena memang tidak melalui mekanisme, salahsatunya adalah memiliki IMB, ” kata Aswadin tanpa merinci daerah mana saja yang tidak diperbolehkan untuk membangun pemukiman.
Meskipun seperti itu, Aswadin mengatakan, pembangunan properti diarea persawahan dapat diperbolehkan, jika hal itu sesuai dengan area tata ruang.
“Banyakkan, ada sawah dan pemukiman, karena memang itu sesuai tata ruang kami. Kayak di Jalan Karanjalemba dan Tinggede, kedepan mungkin area sawah disitu sudah tidak ada, tapi itu memang sudah sesuai dengan tata ruang kami, ” katanya.
Ia pun berharap para pengembang dapat mematuhi aturan tata ruang di Kabupaten Sigi. (mg02)