(Refleksi 70 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia)
MERAH putih kembali mewarnai negeri, dimana – mana berkibar bendera merah putih. Mulai dari pusat kota sampai pelosok negeri, membentang dari Sabang sampai Merauke. Ini wajar, karena sebentar lagi Indonesia akan merayakan hari kemerdekaannya. Tak ketinggalan, para pedagang menjajakan bendera merah putih di pinggir – pinggir jalan protokol kota sampai ke lampu lampu merah. Media pun sibuk menayangkan acara menyambut hari Kemerdekaan Bangsa ini. Rasa – rasanya Nasionalisme bangsa ini sangatlah besar.
Namun di sudut berbeda, para pemimpin bangsa ini masih saja berdebat tentang pasal tentang penghinaan Presiden. Pro dan kontra pun menggema di gedung Wakil Rakyat di Senayan sana. Di tempat berbeda, para pemimpin bangsa ini sibuk menjajakan kekayaan negeri ini kepada para investor agar ingin memanamkan sahamnya. Papua masih bergejolak, anak – anak muda lebih bangga terhadap budaya asing (Korea, dll), dikantor – kantor pemerintah tidak sedikit pegawai yang mengikuti uacara bendera hanya karena takut diberi sangsi, parahnya lagi masyarakat kampus dominan bernama mahasiswa telah banyak yang lupa akan upacara bendera.
Dua gambaran diatas adalah realitas yang kontradiksi. Dimana simbol – simbol nasionalisme bertebaran dimana – mana, namun disisi lain bangsa ini digadaikan dimana – mana. Belum lagi para pegawai yang tak tergerak hatinya untuk menghormati simbol bangsa ini, begitu pun mahasiswa yang merupakan generasi harapan masa depan bangsa yang tak lagi sadar akan nasionalisme negaranya.
Sepertinya bangsa ini memang dipenuhi dengan gaya “ seolah – olah”. Sengaja di desain agar terlihat berjiwa nasionalisme. Maka di intruksikan aparat pemerintah sampai tingkat desa untuk mengarahkan masyarakat agar memasang bendera merah putih didepan rumah masing – masing. Boleh dikata, hampir semua sendi dipaksakan untuk terlihat nasionalisme. Padahal yang demikian seharusnya digerakkan oleh kesadaran diri rakyat indonesia, karena Nasionalisme itu ada dijiwa manusia. Begitu pun para politisi, berusaha untuk dicitrakan pro rakyat dan memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi. Tapi faktanya justru mereka hanya berjuang untuk diri dan kelompoknya. Tak sedikit pula yang mencuri uang negara (korupsi).
Jika kita merujuk pada pendekatan sejarah, nasionalisme kita lahir berkat proses dan perjuangan panjang. Sejarah panjang nasionalisme Indonesia dijelaskan Yudi Latif dalam bukunya Negara Paripurna (2012 ; 273) ketika kolonialisme menancapkan kuku – kukunya mdi berbagai wilayah nusantara, reaksi pribumi untuk melakukan perlawanan difasilitasi, diberi isi dan tujuan oleh komunitas – komunitas keagamaan. Seperti perang Cirebon (1802 – 1806), perang jawa / perang Diponegoro (125 – 1830), perang Aceh (1873 – 1903). Gerakan – gerakan etno religius inilah yang menjadi dasar bagi munculnya kesadaran nasionalisme purba. Barulah setelah itu, ketika politik etis diterapkan pemerintah kolonial, dengan salah satu tumpuannya adalah pendidikan. Maka disaat itulah nasionalisme modern mulai muncul ditandai dengan berdirinya Boedi Utomo di tahun 1908. Selanjutnya berdirilah berbagai organisasi pergerakan seperti perhimpunan indonesia, sarekat islam dan selanjutnya bermuara pada sumpah pemuda ditahun 1928 yang menyatuhkan organisasi perkegerakan pemuda untuk berkomitmen memperjuangkan Indonesia.
Perjuangan mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia tersebut terus berlanjut. walaupun selalu mendapatkan intimidasi dari penjajah, namun para pejuang tetap mengobarkan nasionalismenya dan akhirnya berhasil pada tanggal 17 Agustus 1945 dimana Soekarno dan Hatta membacakan proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia atas nama seluruh bangsa Indonesia.
70 tahun kemerdekaan telah berlalu, Namun Indonesia yang merupakan wilayah rebutan para pejajah karena kekayaan sumber daya alamnya tetap saja miskin. Pesan Soekarno yang merupakan pendiri bangsa ini bahwa” biarlah kekayaan alam kita tetap tersimpan diperut bumi, sampai para insinyur – insinyur kita dapat mengolahnya sendiri” tidak dihiraukan. Justru bangsa ini digadaikan kepada investor asing seperti Freeport, Exxon Mobile, dsb.
Jika kita bercermin dalam sejarah Indonesia ini, nasionalisme bukan ditunjukkan dengan banyaknya bedera merah putih yang berkibar. Tapi lebih pada pengabdian terhadap bangsa dan negara. Jika jiwa nasionalisme itu telah tertanam dihati rakyat dan di implementasikan dengan pengabdian terhadap bangsa. Maka jika itu terwujud, maka dengan sendirinya rakyat bergerak bersama membangun bangsa ini termasuk mengibarkan bendera merah putih dan upacara bendera yang merupakan bagian kecil dari pengimplementasian nilai – nilai nasionalisme kita.
Olehnya itu, perlu adanya pergeseran mindset dari para pengambil kebijakan terkait penanaman jiwa nasionalisme termasuk dalam upaya menyambut ulang tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Sebab apa yang dilakukan hari ini hanyalah euforia kemerdekaan yang krisis akan subtansi serta hanya bersifat momentum saja.
Penanaman jiwa nasionalisme kita dibutuhkan hari bukan sekedar simbolik tapi harus menyentuh subtantif. Olehnya itu perlu langkah – langkah kongkrit dan kontinue untuk mewujudkan hal tersebut. Pertama penanaman nilai – nilai nasionalisme harus di mulai sejak pendidikan usia dini. Seperti penambahan jam untuk pelajaran pancasila dan kewarganegaraan. Kedua, perlu adanya pendidikan khusus untuk penanaman nilai nilai pancasila dan kebangsaan. Pendidikan seperti yang dilakukan oleh lembaga ketahanan nasional (LEMHANNAS) harus dilakukan secara umum ditengah – tengah masyarakat. Ketiga, perlu adanya penelusuran kembali sejarah bangsa indonesia yang sempurnah sebab masih banyak sejarah yang kontroversial. Sejarah bangsa indonesia harus diketahui oleh seluruh generasi muda sehingga bisa menumbuhkan semangat nasionalisme serta patriotisme. Keempat, pemerintah harus mampu mendorong media dan dunia perfilm indonesia untuk menanyangkan prestasi – prestasi yang diraih bangsa indonesia serta mendorong lahirnya film – film kepahlawanan yang bisa menjadi inspirator generasi muda. Terakhir, pemasangan bendera merah putih di sudut – sudut kota jangan hanya bersifat momentum tapi hrus bersifat jangka panjang. Selain itu perlu adanya regulasi kepada partai politik dan organisasi kemasyarakatan untuk mengibarkan bendera merah butih, jangan hanya bendera partai dan ormas saja.
Dengan langkah – langkah ini, Nasionalisme subtansial bisa kita raih. Niscaya jika itu terwujud maka simbol – simbol negara akan berkibar dan dijunjung tinggi dimana saja di bumi ibu pertiwi. Nasionalisme harus terus kita wariskan untuk masa depan bangsa kita. ***