PALU EKSPRES, PALU– Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) yang diimplementasikan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sulteng, berhasil menekan perbedaan (disparitas) harga ikan, terutama ikan pelagis kecil ketika musim panen dengan musim paceklik ikan. Sebagai ilustrasi, harga ikan pelagis kecil yang diterima nelayan di Pelabuhan Perikanan Ikan (PPI) Labuan Batu Donggala sebelum implementasi SLIN pada 2016, terjadi disparitas harga yang sangat mencolok. Saat musim paceklik, terjadi lonjakan harga ikan pelagis yang mencapai Rp15.500 per kilogram (Kg). Sedangkan saat musim ikan, harganya sangat rendah, yakni hanya Rp6.000 per kilogram. “Terjadi perbedaan harga sekitar Rp8.500 per kilogram,” kata Kepala Dinas Kelauatan dan Perikanan (DKP) Sulteng DR. Hasanuddin Atjo sebagaimana data yang diterima Palu Ekspres, Ahad (2/9/2018).
Data tersebut, sebelumnya dipaparkan Kadis KP Sulteng Dr Hasanuddin Atjo saat menjadi pembicara kunci pada diskusi yang digelar Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng membahas inflasi karena tingginya harga ikan, Jumat (30/8/2018), di salah satu hotel di Palu.
Setelah implementasi SLIN pada 2016 kata Hasanuddin Atjo, disparitas harga tersebut bisa ditekan semaksimal mungkin. Saat musim paceklik, harga ikan pelagis kecil di PPI Labuan Batu Donggala mencapai Rp16.000 per kilogram, sedangkan saat musim ikan, harganya relatif stabil. Nelayan masih bisa menjualnya hingga Rp12.000 per kilogram. “Perbedaan harganya hanya Rp4.000 rupiah per kilogram,” kata Hasanuddin Atjo.
Bahkan disparitas harga ikan pelagis kecil, terlihat sangat mencolok di PPI Mato, Banggai. Sebelum implementasi SLIN pada 2017 lalu, harga ikan pelagis kecil saat musim paceklik mencapai Rp12.000 per kilogram, sedangkan saat musim ikan, harganya anjlok hingga mencapai Rp3.000 per kilogram. Namun setelah implementasi SLIN, perbedaan harga ikan pelagis kecil saat musim paceklik dengan musim ikan relatif tidak terlalu besar. Angka riilnya, saat musim paceklik sebesar Rp13.000 per kilogram, sedangkan saat musim ikan Rp9.000 per kilogram. “Artinya, perbedaan harganya hanya Rp4.000 per kilogram, sama dengan perbedaan harga yang terjadi di PPI Donggala, kondisi ini relatif sama yang terjadi di PPI Ogotua,” ungkapnya.
Disparitas harga ikan yang relatif stabil tersebut, lanjutnya, tentunya mendongkrak kesejahteraan para nelayan. Hal itu terlihat dari naiknya Nilai Tukar Nelayan (NTN). “SLIN sangat berkorelasi dengan kesejahteraan nelayan yang indikatornya terlihat dari kenaikan nilai tukar nelayan (NTN),” jelasnya.
Pada 2016, Nilai Tukar Nelayan (NTN) di Sulteng sebesar 113 poin, sementara pada 2017 mencapai 117,1 poin. Atau terjadi kenaikan sebesar 15,4 persen. Capaian ini menempatkan Sulawesi Tengah sebagai provinsi tertinggi pertumbuhan NTN-nya secara nasional pada 2017. Di bawah Sulteng, ditempati oleh Riau (12,5 persen), disusul Sulawesi Tenggara (11,1 persen).