Hidup Paliudju Kini Ditanggung Anak dan Menantu

  • Whatsapp

Jaksa Blokir 19 Rekening Paliudju

Dugaan Korupsi TPPU yang Dilakukan Paliudju:

Biaya Kesehatan: Rp333 juta lebih
Operasional Kepala Daerah  Rp2,3 M Lebih
Perjalanan Dinas Rp594,7 juta lebih
Pendukung Perjalanan Dinas Sebesar Rp4,5 M lebih
Bantuan Sosial  Rp477,8 juta lebih.

*Sumber Dokumen Dakwaan Jaksa

PALU, PE – Semenjak ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus korupsi dan TPPU lingkup Pemprov Sulteng,  kondisi ekonomi mantan Gubernur Sulteng H Bandjela Paliudju kian menukik tajam. Kejaksaan memblokir  19 rekening pribadi miliknya, termasuk rekening gaji pensiun. Hal ini dilakukan  oleh Jaksa Kejati Sulteng untuk kepentingan penyidikan.
M. Kapitra Ampera, Kuasa Hukum Paliudju menuturkan, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Paliudju kini tinggal berharap biaya dari anak dan familinya. Karena menurutnya, semua anak dan menantu kliennya memiliki kehidupan ekonomi yang mapan.
”Ya dengan ngos-ngosan lah beliau membiayai hidupnya. Tinggal mengharap belas kasih dari anak dan menantu,” ungkap M Kapitra usai mendampingi Paliudju dalam sidang perdana sebagai terdakwa dugaan kasus korupsi dan TPPU tahun 2006-2011, Kamis 13 Agustus 2015 di Pengadilan Negeri Tipikor Palu.
Dalam rekening milik Paliudju itu kata Kapitra, sebenarnya masih banyak tersisa uang yang menjadi hak kliennya. Namun semua itu tidak bisa lagi dinikmati. ”Di situ masih ada uang gaji, uang pensiun dan lain-lain semuanya diblokir,” ujarnya.
Kapitra menilai tindakan pemblokiran rekening itu sebagai suatu kejahatan yang dilakukan pihak penuntut umum. Makanya kata dia, dalam eksepsi yang diajukan nanti, pihaknya berencana meminta majelis hakim membuka kembali sejumlah rekening kliennya.
“Itu kejahatan baru, nanti begitu materi perkara diberikan kepada kami, maka kita akan minta semua itu dibuka,” ujar Kapitra.
Kapitra juga menilai dakwaan Jaksa yang dibacakan dalam persidangan yang digelar Kamis kemarin menyesatkan. Salah satu materi dakwaan Jaksa yang dianggap menyesatkan adalah Paliudju disebut mulai melakukan korupsi pada tahun Januari 2006-2011. Padahal jelas Kapitra, pada sekitar tahun 2006, kliennya belum menjabat sebagai gubernur.
”Paliudju belum jadi gubernur sudah didakwa melakukan korupsi karena ada transaksi pada Januari 2006. Secara administrasi, de facto dan juri serta undang-undang, saat itu Paliudju belum dilantik dan terpilih. Itu menyesatkan,” jelasnya.
Selain itu katanya, dakwaan jaksa bahwa yang menduga kliennya melakukan korupsi sebanyak Rp 8 miliar lebih rentang waktu 2006-2011 juga sangat membingungkan.  ”Karena begitu kami hitung-hitung semuanya tadi,  yang terjadi bukan 8 miliar justru menjadi 16 miliar. Ini membodohi masyarakat, membodohi orang. Dan ini kami tidak terima,” tandas Kapitra.
Sebelumnya dalam sidang pembacaan dakwaan yang dipimpin ketua majelis hakim, Sutarto, dan didampingi dua hakim anggota masing-masing Felix Da Lopez SH MH dan Nur Ibrahim SH, Paliudju didakwa melakukan korupsi dan TPPU senilai kurang lebih Rp8,2miliar selama menjabat Gubernur Sulteng Periode 2006-2011.
Materi dakwaan yang dibacakan bergantian oleh Cokorda Dian, Ariaty dan Firdaus Zen menyebutkan dana itu digunakan untuk pemeliharaan kesehatan Rp333 juta lebih, operasional kepala daerah sebesar Rp2,3 miliar lebih, biaya perjalanan dinas sebesar Rp594,7 juta lebih, biaya pendukung perjalanan dinas sebesarRp4,5 miliar lebih serta penggunaan dana bantuan sosial sebesar Rp477,8 juta lebih.
Menurut Jaksa, pencairan dana itu dilakukan dengan cara melawan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Rita Sahara yang saat itu menjabat sebagai Bendahara Pengeluaran Kepala Daerah Pempprov Sulteng saat itu melakukan pencairan dana tidak melampirkan spesimen tandatangan Paliudju yang notabene sebagai pengguna anggaran.
Belanja operasional kepala daerah kurun waktu 2006-2011 tersebut, oleh Rita Sahara dimasukkan dalam rekening atas nama bendahara pengeluaran kepala daerah yang selanjutnya ditransfer ke rekening pribadinya.
Menurut JPU, setidaknya ada 19 rekening pribadi milik Paliudju yang diduga sebagai tempat penyaluran dana belanja operasional kepala daerah oleh mantan bendahara pengeluaran kepala daerah Rita Sahara.
Oleh JPU Paliudju kemudian didakwa melakukan tindakan memperkaya diri sendiri, orang lain dan porporasi dengan cara tidak melamlpirkan spesimen tandatangannya sebagai pengguna anggaran dalam transaksi penarikan anggaran dari kas daerah. Dia juga didakwa tidak melakukan pengawasan atau secara bersama-sama dengan bendahara pengeluaran kepala daerah untuk mengajukan surat perintah penagihan (SPP) ke kas daerah yang tidak disertai pihak ketiga.
Paliudju juga diduga sengaja menyetujui pencairan dana bantuan sosial yang peruntukannya dinilai tidak sesuai dengan ketentuan serta  menyetujui pencairan dana belanja kepala daerah yang tidak masuk dalam DPA. Atas  dugaan itu Jaksa mendakwa Paliudju dengan UU Tentang pemberantasan tindak korupsi dan UU TPPU. Di antaranya Pasal 2 Ayat (1), subsider Pasal 3 jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b UU Nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 21 tahun 2001Tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) ke-1 KUHP. Serta Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 Jo UU Nomor 15 Tahun 2002 Jo UU Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Dalam sidang perdana itu Paliudju didampingi empat kuasa hukum antara lain M Kapitra Ampera SH, Erita Indah SH, Hermansyah SH dan Dahlian SH. Paliudju hadir bersama seorang putrinya dan dua rekan lainnya. Sidang dengan agenda pembacaan ekspesi terdakwa rencananya kembali digelar pada Kamis 20 Agustus 2015 pekan depan. (mdi)

Pos terkait