BERI KLARIFIKASI – Jajaran Direksi PT CNE saat menjelaskan soal kisruh aset CNE di Komisi B DPRD Kota, Selasa 4 September 2016. Tampak Dirut PT CNE, Karman Karim membeberkan dokumen aset Mal Tatura Palu kepada anggota Komisi B. (HUMAS DPRD KOTA)
Karman: Yang Dijual Bukan Aset Pemkot, Tapi Aset CNE
PALU,PE – Direktur Utama PT Citra Nuansa Elok (CNE) Pemilik Mal Tatura Palu (MTP), Karman Karim akhirnya buka suara di hadapan jajaran Komisi B DPRD Kota Palu terkait aset MTP, Selasa 4 Oktober 2016. Karman yang membawa serta jajaran direksinya yang lain, Direktur Operasional, Rony Hasan, Direktur Administrasi dan Keuangan, Lucky dan Manager Keuangan serta General Manager MTP, memberikan penjelasan kepada para wakil rakyat. Ia mengawalinya dengan membeberkan terlebih dulu soal kondisi awal MTP saat berdiri.
Karman menjelaskan, saat dirinya dipinang pemkot untuk mengelola CNE, kondisi mal yang berdiri pada 2006 silam itu sangat kritis. Hampir kolaps karena terlilit utang. Baik utang pada perbankan maupun pada mitra lainnya. Utang mal Tatura saat itu sekira Rp56,6 miliar. Utang itu terdiri atas utang pada bank sebesar Rp32 miliar dan pihak ketiga Rp24 miliar. Belum lagi kerugian yang dialami Mal Tatura setiap bulannya sebesar Rp350 juta hingga Rp500 juta.
Saham awal PT CNE yang semula merupakan milik swasta, Hidayat dan Supratman Andi Agtas sambung Karman sempat diobral murah ke pengusaha dari Jakarta, PT Bella. Dalam perjalanannya, PT Bella yang sempat uji coba mengelola CNE selama sepuluh bulan akhirnya pelan-pelan memilih mundur karena tak mampu mengelola mal tersebut.
PT Bella berdalih, dapat mengelola mal itu bila seluruh saham dijual. Namun harus dijual dengan harga murah. Pertimbangannya karena pertimbangan utang yang melekat pada PT CNE. Karman kemudian menjelaskan, melihat kondisi MTP yang mati segan hidup tak mau kala itu, mantan pengacara ini putar haluan menjaminkan aset pribadinya senilai sekira Rp10 miliar pada salah satu tenant di dalam MTP, yakni Ramayana.
‘’Ramayana mau bayar kontrakkan untuk lima tahun kepada CNE dengan catatan kasih jaminan yang senilai Rp10 M. Jaminan apa yang bisa kami beri? Sementara CNE masih berutang pada bank dan swasta? Saya akhirnya menyerahkan aset kami senilai Rp10 miliar,” terangnya.
Ketika keputusan itu dilakukan, Karman mengatakan dirinya sangat menyadari sindiran dan cemoohan orang-orang terkait keputusannya itu.
‘’Ada yang bilang untuk apa saya berkorban. Tapi saya bilang saya tidak berkorban. Saya mencoba menyelamatkan Mal Tatura sebagaimana kepercayaan yang sudah diberikan ke saya,” ujarnya dihadapan hearing yang dipimpin Ketua Komisi B, Thompa Yotokodi.
Dalam perjalannya sejak saat itu, secara perlahan, MTP akhirnya sedikit demi sedikit membuahkan hasil. Bahkan selama tiga tahun berturut-turut meski masih memiliki tanggungan utang yang belum lunas, namun MTP pada 2011, 2012 dan 2013 sudah dapat memberikan deviden kepada kas daerah sebagai PAD.
Masing-masing sebesar Rp600 juta pada 2011, Rp750 juta pada 2012 dan Rp1,1 miliar pada 2013.Namun, karena masuk dalam BUMD dengan aset mencapai Rp144 miliar, oleh BPK yang rutin secara tahunan memeriksa MTP, melarang MTP untuk menyetor pada kas daerah. Alasannya karena masih berutang.
Kini pihaknya telah menyelesaikan tunggakan utang lebih cepat dari deadline 2017 mendatang. Bahkan PT CNE kata Karman sudah bisa menyetor ke kas daerah. Meski penyetoran itu kata dia melanggar aturan PT karena belum mendapat persetujuan dari RUPS.
‘’Tapi saya sekali lagi melanggar itu, karena saya tidak ingin ini menjadi keributan di luar sana. Yang mempertanyakan kenapa sudah bebas utang namun belum menyetor ke kas daerah?,” terangnya.
Mengenai tudingan Tim Pendamping bahwa sebagian aset pemkot yang terdapat di mal tersebut telah dijual ke pihak ketiga, Karman meluruskannya. Kata Karman, secara hukum, CNE bukan pengelola melainkan pemilik dari Mal Tatura Palu. Karman pun meluruskan pemahaman masyarakat luas yang menyebut CNE adalah pengelola MTP. Sebenarnya, status CNE adalah pemilik sah MTP. ‘’Karena CNE itu milik pemkot. Kalau pengelola, berarti perusahaannya dari luar atau pinjam orang punya kemudian ada bagi hasil. Ini tidak. PT CNE itu milik pemkot,” terangnya.
Dia tak menampik bila ada ruko yang terjual. Namun, kebijakan menjual Ruko itu kata dia merupakan kesepakatan dalam RUPS seluruh pemegang saham dalam hal ini yang ditandatangani oleh walikota dan Ketua DPRD Kota Palu. Dan, itu merupakan bagian dari bidang usaha yang dikembangkan CNE. ‘’CNE ini jualannya kan property. Ada bangun ruko, ada jual ada pula disewakan. Kalau ingin mempertanyakan soal kenapa itu dijual tanyalah ke pemegam saham. Itu tercatat oleh notaris,” terangnya.
Namun, hasil penjualan itu jelas pencatatan dan penggunaannya. Hasil penjualan itulah yang dikelola untuk menghidupkan MTP hingga saat ini.
Karman mengatakan, dia tak mau berbalas pantun yang mengatasnamakan Tim Pendamping melalui media. Karena itu kata dia justru hanya akan memperkeruh suasana. ‘’Karena ini bicara PT. Kalau saya salah dalam mengelola MTP tentu setiap laporan kerja saya dalam RUPS pasti ditolak. Namun, ini selalu diterima. Kinerja dan laporan keuangan dalam mengelola MTP selalu diterima,” terangnya.
Karman pun menjelaskan, bahwa tudingan yang berkembang selama ini, karena kurangnya pemahaman terkait keberadaan mal tersebut. ‘’Makanya saya hanya mau menjelaskannya di hadapan DPRD agar ini jelas. Saya tidak mau menjawabnya di media,” terangnya.(mrs)