Kadis DKP Sulteng, Dr Hasanuddin Atjo
PALU, PE — Ada berbagai faktor penyebab kemiskinan di Sulteng relatif masih tinggi. Penyebabnya tak semata-mata karena langkanya bahan pangan atau karena kurang makan dan atau daya beli masyarakat.Di Sulsel dan Sulawesi Tenggara, dengan pengeluaran perkapita Rp275 ribu sudah bisa terbebas dari persoalan kemiskinan.
Sementara di Sulteng harus mengeluarkan minimal Rp375 ribu per kapita per bulan untuk bisa terlepas dari kemiskinan. Ada selisih Rp100 ribu rupiah, biaya kemahalan yang dialami masyarakat Sulteng. Apa penyebabnya? “Bisa jadi rantai konsumen sangat panjang untuk mengakses bahan makanan.” Demikian Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng, Dr Hasanuddin Atjo kepada Palu Ekspres Senin 31 Oktober 2016.
Misalnya, untuk mengakses bahan pangan seperti ikan, konsumen harus melewati distribusi yang panjang mulai dari nelayan hingga tiba di konsumen. Ini terjadi karena infrastruktur transportasi yang mahal, fasilitas yang belum memadai dan persoalan lain. “Akibatnya nilai yang sampai di konsumen menjadi mahal dan tak bisa lagi diakses oleh masyarakat kebanyakan,” ujarnya.
Masalah ini tidak hanya terjadi didistribusi. Tetapi mulai dari produksi hingga ke pemasaran.Solusinya kata Atjo, adalah Sulteng harus mulai menerapkan inovasi teknologi.”Inovasi teknologi bisa menjadi jalan keluar bagi panjangnya mata rantai (bahan pangan) di bidang perikanan ini,” ujar Atjo.
Contohnya kata dia, di bidang budi daya perikanan, konsep Mina Padi, adalah salah satu bentuk inovasi teknologi. Proses menanam padi sekaligus memelihara ikan pada sati lokasi yang sama bisa menjadi solusi untuk lebih efektif dan efisien hasil produksi. “Bila kita memelihara ikan di jaring secara manual, kita butuh 8 bulan untuk bisa mendapatkan produksi ikan dengan skala tertentu. Tetapi dengan Mina Padi, kita hanya butuh waktu 3 bulan untuk bisa memanen ikan dengan skala yang sama dengan berkolam manual,” ujar Atjo.
Dengan volume ikan yang sama namun bisa produksi 4 kali dalam setahun, tentu saja meningkatkan hasil produksi.Inovasi teknologi di bidang tangkap misalnya kata Atjo, dengan menambah fasilitas seperti pengadaan kapal yang telah dilengkapi dengan teknologi digital. Minimal adanya informasi cuaca. Sehingga nelayan tak perlu mengeluarkan biaya besar untuk melaut ketika mereka tahu bahwa cuaca buruk. Teknologi lain juga bisa masuk di bidang perizinan dan lain-lain.
Inovasi teknologi ini kata Atjo memungkinkan membuka industri baru yang bisa menyerap tenaga kerja pula.Misalnya bila DKP mengembangkan satu kawasan khusus untuk pelaksanaan Mina Padi, maka akan dibutuhkan banyak benih berkualitas dan pakan. “Karena mau tidak mau kebutuhan akan kedua bahan ini menjadi tinggi, memungkinkan terbukanya peluang untuk industri baru,” ujar Atjo.
Semakin banyak ketersediaan bahan pangan karena meningkatnya produksi Atjo yakin bisa memotong mata rantai pangan sampai ke masyarakat dan membebaskan biaya kemahalan karena kelangkaan tersebut. (aaa)