Kuliah Umum Fadli Zon di Unismuh Palu, Keragaman Budaya Belum Dianggap Sebagai Kekayaan Nasional

  • Whatsapp

PALU EKSPRES, PALU– Kemajemukan budaya yang dimiliki oleh Indonesia dinilai merupakan sebuah kekayaan nasional, yang dapat menjadi peluang untuk membangun kebanggan bangsa. Namun untuk menuju ke arah itu, diperlukan proses dan suatu kajian yang mendalam tentang budaya Indonesia, bagaimana menjadikan budaya menjadi modal yang sangat penting, serta turunannya di dalam berbagai bidang lainnya.

Hal ini disampaikan Wakil Ketua DPR RI, Dr. H. Fadli Zon, saat menyampaikan kuliah umum di hadapan civitas akademika Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Palu, di aula Rektorat Unismuh Palu, Senin 25 Februari 2019.

Bacaan Lainnya

Menurutnya, keberagaman budaya di Indonesia merupakan sebuah kekayaan nasional yang tidak mungkin bisa diabaikan begitu saja. Namun sayangnya, kata mantan Redaktur majalah sastra Horison ini, kekayaan tersebut belum dipandang penting oleh pemerintah Indonesia dari waktu ke waktu.
“Sayangnya kekayaan seperti ini dari pemerintahan ke pemerintahan belum dianggap sebagai sebuah kekayaan nasional. Kekayaan nasional kita itu masih dianggap seperti sesuatu yang material, seperti batubara, emas, perak, nikel dan sebagainya, tetapi budaya belum dianggap penting dan menjadi culture capital untuk membangun sebuah identitas,” tuturnya.

Padahal, lanjutnya, membangun identitas sebuah bangsa berbasis kebudayaan menjadi sangat penting. Hal ini menurutnya dapat menjadi salah satu penilaian bagaimana sebuah bangsa bisa survive (bertahan) dengan identitas yang ada tersebut.

Entitas budaya, kata dia lagi, bisa menjadi sebuah kekuatan yang luar biasa, namun di sisi lain juga bisa menjadi sebuah ancaman. Dalam tesisnya, Fadli Zon mengungkapkan bahwa perbedaan, keragaman, dan kemajemukan bisa menjadi kekuatan yang luar biasa di tangan pemimpin yang kuat, tapi sebaliknya akan menjadi ancaman dan bisa menjadi perpecahan di tangan pemimpin yang lemah.
“Karena itulah faktor leadership di dalam sebuah negara yang majemuk itu menjadi sangat penting, karena kalau dia tidak mengerti kemajemukan itu, dan berhenti pada satu retorika tapi tidak pada kebijakan-kebijakan yang menghargai berbagai macam perbedaan itu, maka ini menjadi sumber-sumber perpecahan,” jelasnya.

Pos terkait