TABUR BUNGA-Mantan Ketua Umum Majelis Sinode GKST, Pdt Yuberlian Padele, menabur bunga di makam Pendeta Susianti Tinulele, di monumen rekonsiliasi, Minggu 20 November 2016. (foto: IMAM/PE)
Simbol Kekerasan Dibalas Kasih
PALU, PE – Lebih dari dua belas tahun yang lalu, tepatnya pada 18 Juli 2004, Pendeta Susianti Tinulele, yang sedang memberikan khotbah di hadapan Jemaat Gereja Effatha, Jalan Banteng Palu Selatan, tewas tertembak sekelompok oknum tak dikenal.
Untuk mengenang peristiwa memilukan tersebut, dibangunlah sebuah monumen, yang dinamakan monumen rekonsiliasi, di halaman Gereja Effatha.
Monumen ini ebagai simbol cintakasih. Bahwa kekerasan dan kebencian hanya akan melahirkan hasil-hasil yang negatif. Makam Pendeta Susianti, yang awalnya berada di Pemakaman Kristen Talise, kemudian dipindahkan tepat di tengah-tengah monumen rekonsiliasi, yang diresmikan oleh Asisten II Pemprov Sulteng, Elim Somba, Minggu 20 November 2016.
“Monumen ini dibangun untuk memperingati kematian Pendeta Susianti. Monumen ini menunjukkan bahwa kita tidak pernah setuju dengan kekerasan, kebencian kita balas dengan kasih sayang,” jelas Ketua Umum Majelis Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) terpilih, Pendeta Jetroson Rense.
Jetroson berharap, dengan keberadaan monumen tersebut, semua pihak bisa turut melangkah bersama tanpa memandang latar belakang apapun, baik agama, suku maupun ras.
“Monumen ini dapat menambah khazanah wisata rohani di Palu, dan di Sulteng pada umumnya,” kata Ketua Panitia pembangunan monumen, Max Well Pulu, menambahkan.
Sementara itu, mewakili Gubernur Sulteng, Asisten II Pemprov Sulteng, Elim Somba, menyampaikan, peristiwa yang terjadi lebih dari satu decade lalu tersebut, hendaknya menjadi momen penting yang dapat dijadikan pelajaran, untuk semakin memperkuat persaudaraan seluruh elemen masyarakat.
“Karena dengan persaudaraan dan kesatuan yang kuat, kita tidak akan mudah dipecah belah. Kami mengajak kita bersama-sama membangun daerah,” ujar Elim membacakan sambutan Gubernur.
Peresmian monumen rekonsiliasi, dirangkaikan dengan acara penutupan Sidang Sinode ke-46 GKST. Salah satu keputusan penting yang dihasilkan Sidang Sinode ke-46 GKST, adalah memilih Pendeta Jetroson Rense sebagai Ketua Umum Majelis Sinode GKST periode 2016-2021. (mg01)