Suardin : Penutupan PJPP Beri Dampak Buruk Investasi Sulteng

  • Whatsapp

PALU, PE – Komisaris PT Pusaka Jaya Palu Power (PJPP) Suardin Suebo, mengatakan keputusan menutup sebuah perusahaan tidak bisa hanya didasarkan pada tekanan atau opini sepihak dari pihak pihak tertentu. Melainkan harus melalui kajian hukum maupun ilmiah. Akan banyak dampak yang ditimbulkan jika penutupan suatu lini bisnis hanya di dasarkan pada opini atau desakan segelintir orang. Hal itu dikemukakannya, saat ditemui sesuai rapat dengar pendapat (RDP) di ruang Paripurna DPRD Sulteng, Rabu 23 November 2016. Menurut Suardin, jika rekomendasi penutupan PJPP hanya karena mengakomodasi suara sekelompok orang, maka hal ini akan memberikan kesan buruk bagi dunia investasi di daerah ini. Bagi PJPP kata dia, soal ditutup atau tidak, bukan permasalahan yang harus dipertentangkan, sepanjang hasil kajian ilmiah membuktikan bahwa pencemaran di Kompleks PLTU Mpanau sudah melebihi ambang batas. “Tidak ada masalah. Ditutup atau tidak asalkan melalui kajian ilmiah dan mendalam. Bukan karena desakan sepihak,” katanya kepada Palu Ekspres, Rabu 23 November 2016. Terlalu besar ongkos yang harus ditebus jika penutupan tidak berdasarkan rekomendasi ilmiah. Salah satunya adalah keengganan investor untuk menanamkan modalnya. “Nanti investor akan melihat, ini kesalahannya belum diuji tapi sudah mau ditutup. Kesalahannya dimana. Jadi hati-hati. Dampaknya bukan hanya kepada PJPP saja tetapi juga kepada daerah ini,’’ tekan Suardin. Ia meminta, masyarakat yang terdampak bisa bersabar. Saat ini pihaknya sedang menjalankan tujuh butir rencana aksi yang diputuskan Pemerintah Kota Palu bersama masyarakat, untuk meminimalkan risiko dampak dari operasional PLTU Mpanau.  Tujuh butir rencana aksi tersebut, diyakini bisa mengatasi keluhan masyarakat di sekitar area terdampak. Memang tidak mengatasi 100 persen,  namun setidaknya keluhan-keluhan masyarakat akan berkurang secara signifikan. Acuannya adalah jangan sampai melewati ambang batas. ‘’Nah sekarang ini kita tidak tahu apakah yang dikeluhkan itu sudah melewati ambang batas.  Jadi ini harus diklir dulu,’’ katanya. Karena itu menyambut baik putusan RDP  DPRD Sulteng yang tidak merekomendasikan penutupan. Melainkan hanya membentuk tim kecil beranggotakan DPRD Sulteng, Pemprov dan Pemkot serta masyarakat terdampak. Gunawan W, (47) salah satu warga yang ikut dalam RDP mengaku kecewa dengan putusan DPRD Sulteng. Padahal berbagai masalah yang mengancam keselamatan warga telah disampaikan secara gamblang. Namun ia memahami sikap Dewan yang dinilainya bersikap gamang karena mereka tidak memahami atau merasakan langsung dampak yang ditimbulkan dari operasional PLTU Mpanau.  Di satu sisi, ia meminta agar  perusahaan operator PLTU Mpanau tidak sekadar mengatasi dampaknya yang ditimbulkan. Tetapi bagaimana masyarakat setempat mendapatkan manfaat terhadap  keberadaan perusahaan tersebut. Misalnya kata dia adalah sharing saham kepada warga sekitar. Dengan demikian, warga yang terdampak bisa melakukan langkah-langkah – misalnya merelokasi tempat tinggalnya ke tempat yang lebih aman. Jika hanya sekadar CSR,  sebesar Rp50 juta per desa, itu tidak akan banyak membantu mengatasi permasalahan yang ada. “Ini tawaran riil jika Pemerintah lebih memilih mempertahankan PLTU daripada keselamatan warga,” katanya. Usulan ini katanya, memang sedikit bergeser dari tuntutan awal yang meminta ditutup. Namun pengalaman dia selama ini, dimana kolaborasi penguasa dan pengusaha sangat susah ditaklukkan maka tawaran itu menjadi relevan. Gunawan mengaku sengaja tidak mengungkapkan usulannya itu di forum RDP. Khawatir akan menggeser niat dari perjuangan menutup perusahaan menjadi perjuangan motif ekonomi. “Tapi saya kira ini tidak apa-apa, asalkan ini untuk kepentingan warga di sini,” pungkas dia. RDP ini diikuti managemen PJPP yang diwakili Komisaris Suardin Suebo, Komisi III DPRD Sulteng, Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulteng, warga masyarakat serta pejabat terkait di Sigi dan Kabupaten Donggala dan PLN Palu. (kia)

Pos terkait