PALU EKSPRES,JAKARTA– Program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) milik BKKBN RI, kini dikemas dalam istilah baru. Menjadi Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana atau disingkat Banggakencana.
Kepala BKKBN RI, Hasto Wardoyo dalam Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis) kemitraan, Kamis 13 Februari 2020 di Jakarta mengatakan, istilah baru ini bertujuan agar lebih mudah dipahami.
“Intinya sama namun hanya istilahnya saja berbeda agar lebih mudah dipahami dan dekat di telinga masyarakat terutama di kalangan milenial dan zilenial,”kata Hasto.
Hasto juga menyampaikan hal-hal yang telah dilakukan bersama jajaran BKKBN selama 7 bulan terakhir pasca dilantik sebagai kepala BKKBN antara lain melakukan distribusi dinamis Alokon, menyelesaikan E-Katalog Sektoral, membangun rantai pasok dan restrukturisasi kelembagaan dan oenyederhanaan jabatan struktural sampai dua level.
Kemudian membangun zona integritas (ZI) wilayah bebas praktik korupsi dan wilayah birokrasi melayani, menjadi salah satu target kerja semester II tahun 2019, serta melakukan Rebranding, pada akhir Desember 2019. Dimana BKKBN telah melakukan Rebranding terhadap program yang meliputi : Aransemen ulang lagu Mars KB, logo, tagline maupun jingle.
Rakornis Kemitraan ini mengusung tema “BKKBN Bersama Stakeholder dan Mitra Kerja Men-deliver Aksesibilitas Program Banggakencana”. Hasto berkata Rakornis merupakan langkah yang tepat, Banggakencana merupakan program strategis bagi upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Sudah seharusnya menjadi tanggung jawab kita bersama untuk senantiasa memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat,”jelas Hasto.
Sebagaimana instruksi Presiden RI Joko Widodo, tugas birokrasi adalah making delivered. Menjamin agar manfaat program dirasakan omasyarakat. Begitu juga dengan program Banggakencana, dengan dukungan dan komitmen para stakeholder dan mitra kerja yang diharapkan manfaat program bisa langsung dirasakan masyarakat.
Pemerataan pengelolaan dan pelaksanaan program Banggakencana, terutama di daerah yang memiliki capaian rendah, termasuk Daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan serta Kampung KB juga dirasakan belum optimal.