Kembangkan Supra Intensif dengan Konstruksi Murah

  • Whatsapp

 

PALU, PE – Penemu teknologi budidaya udang Supra Intensif Indonesia Dr Ir Hasanuddin Atjo, MP, sedang melakukan inovasi baru untuk menemukan konstruksi yang lebih murah bagi tambak udang berteknologi supra intensif. “Saya sudah memulai uji coba penggunaan konstruksi tambak menggunakan bahan plastik di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Insya Allah tahun depan bisa diketahui hasilnya,” ujarnya ditemui pekan kemarin.
Inovasi baru dalam konstruksi tambak yang sedang direkayasa Hasanuddin Atjo tersebut adalah penggunaan plastik high dencity poliethylene (HDP) dengan kerangka besi namun berbentuk bundar.

“Namun ukuran tambaknya paling besar berkapasitas total satu ton udang, sehingga tambak jenis ini cocok untuk dikembangkan pengusaha kecil dan menengah, karena dengan modal Rp200 juta sudah bisa berjalan,” ujarnya.
Menurut Hasanuddin Atjo, bila ditemukan konstruksi yang lebih murah, maka budi daya udang vaname dengan teknologi supra intensif ml akan memberikan nilai tambah yang lebih besar kepada para pembudidaya.
Hasanuddin Atjo yang juga Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Tengah itu mengemukakan, untuk sementara, konstruksi tambak supra intensif yang paling cocok adalah yang terbuat dan beton. Namun, katanya, konstruksi beton itu relatif mahal. Untuk tambak ukuran 20 x 20 meter seperti yang dibangun di Desa Avolua, Kabupaten Parigi Moutong, biaya konstruksinya bisa mencapai Rp600 atau Rp700 juta.

“Namun dengan konstruksi ini pun, pembudidaya dapat meraup keuntungan sebesar40 persen dari biaya operasionalnya, sehingga ongkos konstruksi bisa kembali dalam tempo setahun,”ujarnya.
Akan tetapi, kata Hasanuddin Atjo, bila biaya konstruksi bisa ditekan sampal 50-an persen, maka nilai tambah bagi pembudidaya akan semakin tinggl, sehingga teknologi budidaya ini akan semakin menarik untuk direplikasi oleh masyarakat.

Teknologi budidaya supra intensif Indonesia hasil karya Hasanuddin Atjo itu diluncurkan oleh Ketua Masyarakat Aquakultur Indonesia (MAI) Prof Dr Rokhmin Dahuri pada 2013 di lokasi tambak udang milik Hasanuddin Atjo di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.
Produktivitas tercatat sebesar 153 ton per hektare, dan tercatat sebagai yang tertinggi di dunia saat ini. Dengan teknologi ini, pembudidaya bisa panen tiga kali dalam setahun.

Ciri pokok keunggulan teknologi supra intensif adalah pengendalian Iingkungan yang intensif dan efektif menggunakan central drain, dibarengi dengan penggunaan sarana produksi yang terstandar tinggi seperli benih, pakan, kincir, suplai oksigen, dan pola panen secara parsial tiga sampai empat kali per sikius budidaya.
Teknologi ini sudah direplikasi dengan sukses di berbagai daerah di Indonesia seperti NTT, NTB, Sulsel dan Sulteng, dan akan menyusul Gorontalo dan beberapa daerah lain di Jawa. (mdi/*)

Pos terkait