Hasil Perkebunan Rakyat, Produksi Kakao Sulteng Tertinggi Nasional

  • Whatsapp
Data Produksi Kakao Sulteng. Foto: BPS Sulteng

PALU EKSPRES, PALU– Komoditi Kakao ternyata menyimpan potensi besar untuk lebih dikembangkan di Sulawesi Tengah. Sebagaimana data BPS Sulteng, produksi kakao Sulteng pada 2018 merupakan terbesar secara nasional. Sharenya mencapai 17,45 persen dari produksi kakao secara nasional.
“Untuk komoditas kakao seluruhnya diusahakan oleh rakyat sehingga statusnya adalah perkebunan rakyat,” kata kata Kepala Bidang Statistik Produksi BPS Sulteng, Ir. Yaslin Hendrita Tansala, M.Si pada webinar yang digelar BPS Sulteng, Selasa (20/10/2020).
Yaslin dalam memaparkan materi Potensi Subsektor Perkebunan dalam Menopang Perekonomian Sulteng menyebutkan, potensi komoditas kakao di Sulteng 2019, tertinggi adalah Kabupaten Parimo dengan total produksi 25,318 Juta Ton dengan luas areal perkebunan 67.440 hektare. Disusul Kabupaten Poso sebesar 23,740 Juta Ton dengan luas areal 38.740 hektare. Kemudian Kabupaten Sigi sebesar 19,366 Juta Ton dengan luas areal 27.885 hektare.
Kabupaten lainnya yang memiliki potensi komoditas kakao di Sulteng adalah Kabupaten Donggala yakni, 17,88 Juta Ton dengan luas areal 30.595 hektare, Kabupaten Banggai 15,516 Juta Ton dengan luas areal 45.928 hektare, Tolitoli sebesar 8,887 Juta Ton dengan luas areal 21.154 hektare, Morowali Utara 5,71 Juta Ton dengan luas areal 14.550 hektare, Touna 5,199 Juta Ton dengan luas areal 11.981 hektare, Buol 3, 681 Juta Ton dengan luas areal 7.631 hektare, Morowali 2,419 Juta Ton dengan luas areal 5.781 hektare.
“Masih ada kabupaten lainnya tapi potensi produksinyaratusan ribu ton hingga puluhan ribu ton, di antaranya Kabupaten Banggai, Banggai Laut dan Kota Palu,” ujarnya.
Secara umum lanjutnya, share komoditi kakao (biji kering) terhadap total output komoditas perkebunan di Sulteng sebesar 37,135 persen dengan pertumbuhan produksi 2,11 persen, di mana produksi tahun 2019 mencapai 128.153 ton dengan harga di kisaran 20.000-25 ribu rupiah.
Produksi kakao ini katanya memberi andil terhadap pertumbuhan subsektor perkebunan selama tiga tahun terakhir yang selalu menunjukkan tren pertumbuhan yang positif. “Komoditias yang menjadi motor penggerak pertumbuhan di subsektor perkebunan adalah komoditas kakao dan kelapa sawit,” ujarnya.
Sebagai gambaran tambahnya, subsektor perkebunan pada 2017 terjadi pertumbuhan sebesar 3,7 persen. Selanjutnya di tahun 2018 mengalami peningkatan sebesar 3,91 persen. Pada 2019 mengalami perlambatan sebesar 3,02 persen.
Kontribusi Pertanian Paling Dominan
Selain itu, subsektor perkebunan memiliki kontribusi tertinggi terhadap akumulasi output sektor pertanian. Berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor pertanian atas dasar harga berlaku tahun 2019 mencapai Rp16.574 Miliar atau 38,4 persen. Disusul perikanan sebesar Rp9.782 Miliar, kemudian tanaman pangan Rp6.025 Miliar, dan Holtikultura sebesar Rp4.195 Miliar.
Hal ini membuat sektor pertanian berkontribusi paling dominan dalam menopang perekonomian di Sulteng. Berdasarkan data distribusi PDRB Provinsi Sulteng pada tahun 2019, sektor pertanian berhasil menyumbang 25,96 persen dari total PDRB Sulteng. “Subsektor perkebunan memiliki peran yang sangat vital dalam menopang perekonomian di Sulteng,” ujarnya.
Begitu pula dari sisi tenaga kerja, penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian mencapai 40,05 persen dari seluruh sektor yang ada di Sulteng. Pertambangan dan penggalian hanya berkontribusi 15,13 persen, disusul industri pengolahan 13,01 persen, konstruksi 12,63 persen, perdagangan 8,91 persen, lainnya 24,36 persen.
Olehnya, ia menyarankan agar hilirisasi komoditas perkebunanjuga harus diupayakan agar dapat memberikan nilai tambah bagi komoditas perkebunan Sulteng. (fit/palu ekspres)

Pos terkait