Edmond: MIT Terobos Ibukota, Bentuk Ketidaksiapan Aparat

  • Whatsapp
Edmon. Foto: Istimewa

PALU EKSPRES, PALU– Kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang dipimpin Ali Kalora, belakangan ini mulai menggencarkan aksinya berturut-turut. Baik yang dilakukan di Lembah Napu, Kabupaten Poso, maupun beberapa tempat lainnya.
Aksi-aksi MIT dilaporkan pertama pada 14 Agustus 2020. Pensiunan TNI AD ditemukan tewas dengan luka tersayat di bagian perut. Korban EL alias ES sekitar 6 meter dari jalan Trans Napu-Poso, Pegunungan Malahena, Desa Maholo.
Kemudian 7 November 2020, aparat menembak mati 2 orang DPO MIT Poso di Mamboro, Kota Palu. Sebelumnya warga sekitar melihat DPO menenteng senjata laras panjang disekitar pemukiman warga.
Berikutnya, 27 November 2020, 4 warga sipil dibunuh di Lemban Tongoa, Kabupaten Sigi, 7 rumah warga pun turut dibakar.
Namun disayangkan, aparat keamanan masih saja menggunakan diksi Orang Tak dikenal (OTK) terhadap pelaku sederet aksi teror di atas.
Istilah yang digunakan aparat ini diprotes advokat, mantan koordinator Kontras Sulawesi Tengah (Sulteng), Edmond Leoanardo Siahaan.
“Saya tidak setuju penggunaan istilah OTK ini. karena itu menunjukkan ketidakmampuan aparat keamanan untuk mengungkap kasus ini dengan cepat,” tegas Edmon.
Edmond juga mempertanyakan kesiapan aparat keamanan jika seandainya kelompok ini kembali berhasil menerobos ibu kota.
“Apakah kalau kelompok pimpinan Ali Kalora ini masuk ke dalam kota dan merubah strateginya dari bergerilya di dalam hutan menjadi gerilya di dalam kota, aparat keamanan dan masyarakat Kota Palu siap?.
Jawabannya saya tidak siap!,” tekannya.
Sebab kata dia, aparat keamanan dan masyarakat terlalu lengah belakangan ini. Menganggap aksi terorisme pimpinan Ali Kalora ini hanya di dalam hutan. Sehingga langkah-langkah preventif seperti: siskamling, patroli polisi, tidak diaktifkan lagi. Padahal hal-hal ini sangat penting dilakukan baik oleh masyarakat maupun aparat keamanan.
Kedua, perangkat tekonologi seperti CCTV di rumah-rumah ibadah dan gedung perkantoran tidak dirawat intensif, sehingga banyak yang tidak berfungsi.
“Sebaiknya masing-masing rumah ibadah mulai memasang perangkat CCTV masing-masing,”jelasnya.
Ketiga, sebaiknya pemerintah pusat segera menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk Koopssusgab TNI anti Teror untuk operasi militer selain perang (OMSP) yang diatur lewat peraturan pemerintah yang mengacu pada UU TNI 34/2004 untuk penanggulangan terorisme.
Perpres yang mengacu pada UU No. 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dimana TNI harus BKO (bawah kendali operasi dengan kepolisian). Hal ini penting karena kelompok Ali Kalora ini menjalankan perang gerilya selama ini, sehingga pelibatan TNI menjadi penting.
“Selain itu, operasi tinombala ini dievaluasi menyeluruh oleh pemerintah pusat. Karena aksi-aksi terorisme tidak juga menurun eksalasinya belakangan ini, malah meningkat,”terangnya.
Terlebih untuk memyambut momentum Natal 25 Desember 2020. Edmond menyatakan, sebaiknya pemuda lintas agama bergotong royong bersama menjaga keamanan rumah-rumah ibadah yang menggelar ibadah natal bersama.
“Salus populi suprema lex esto”, keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi bagi suatu negara,”pungkasnya. (*/mdi/palu ekspres)

Pos terkait