Saat Nelayan Berjuang Meraih Martabatnya

  • Whatsapp
NELAYAN BERDAYA - Nelayan di Desa Tompe sedang meminta pukat di Pantai Tompe - Ahad pekan lalu (f-kia)

PALU EKSPRES, PALU– Pemberdayaan warga pesisir yang terdampak tsunami, tak sekadar membuat warga pesisir berdaya secara ekonomi. Di atas itu, adalah untuk mengembalikan martabat nelayan yang sempat mengalami degadrasi akibat dihantam tsunami disusul pandemi covid. Martabat nelayan perlu dikembalikan pada posisi semula.

Mereka harus mendapat kepercayaan diri kembali atas profesi yang mereka jalani. Dengan modal itulah, nelayan bisa menjalani profesinya dengan kepala tegak untuk memasok kebutuhan protein bagi masyarakat luas.

Inilah yang dilakukan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) – sebuah lembaga nirlaba yang bergerak di sektor pemberdayaan masyarakat pesisir khususnya nelayan di Indonesia. Selama dua hari, 19 – 20 Desember 2020, kegiatan bertajuk, lesson and learned, dan perkembangan livelihood masyarakat pesisir, paska triple bencana, 28 September 2018, mengunjungi nelayan terdampak bencana.

Bersama jurnalis di Kota Palu, KIARA melakukan visit media ke sejumlah titik di Kota Palu dan Donggala yang menjadi sentra pembinaan pada tiga tahun terakhir.

Di Kota Palu ada tiga titik yang dikunjungi, nelayan Talise, kegiatan home industri berbasis pangan laut di Kelurahan Taipa serta warga nelayan di Pantoloan Boya. Sedangkan, di Donggala kunjungan dipusatkan di Desa Tompe – Sirenja dimana KIARA membantu 300 perahu untuk nelayan di desa itu.

Intervensi KIARA terhadap nelayan di Teluk Palu diakui memberikan dampak perubahan yang signifikan terhadap kehidupan nelayan dalam jangka panjang. Khususnya dari sisi ekonomi. Ini diakui Ketua Kerukunan Kelompok Nelayan Talise, Arham.

Saat tsunami menyapu kawasan pesisir Teluk Palu, nyaris tidak ada perahu anggotanya yang tersisa. Ratusan nelayan yang menggantungkan kehidupannya dari hasil laut, praktis kehilangan penghasilan karena perahunya rusak dan hilang.

Kehadiran organisasi nonpemerintah seperti KIARA ungkapnya, memberi harapan baru pada masa depan ekonomi keluarganya. Tak hanya dirinya. Semua nelayan Talise telah memiliki perahu, plus mesin dan disertai alat tangkap yang lumayan lengkap.

Bantuan dari KIARA ungkapnya, yang didapatkan nelayan setelah bencana, memberi harapan baru terhadap komunitas nelayan yang selama ini cenderung tidak mendapat perhatian memadai dari pemerintah. ”Ini perahu dari KIARA. Jauh lebih baik dari bantuan pemerintah,” ungkapnya akhir pekan lalu sambil menunjuk salah satu perahu.

Selain Arham, nelayan lainnya, Asmaun pun menimpali. Kehidupan mereka berangsur membaik pascadatangnya bantuan perahu dari KIARA. Pemerintah katanya bukannya tidak memberikan bantuan perahu. Namun dibandingkan perahu dari KIARA bantuannya lebih banyak membuat nelayan seperti dirinya tidak perlu mengantre terlalu lama untuk mendapatkan bantuan.

Tak hanya bantuan perahu, organisasi ini juga memberikan pengetahuan soal mitigasi bencana. Kota Palu dengan intensitas gempa yang cukup tinggi, pengetahuan soal bencana ungkap dia menjadi penting. Lebih jauh Asmaun menambahkan, setelah KIARA mengucurkan bantuan kepada nelayan di Teluk Palu, maka ia meminta ada kepedulian pemerintah, terkait keberadaan nelayan di kawasan itu. Menurut bapak tiga anak ini, ada dua persoalan serius yang saat ini penting segera diatasi.

Pertama adalah soal pembuatan dermaga tambatan perahu nelayan. Pembangunan tanggul tsunami yang membatasi akses ke darat, membuat nelayan kesulitan menambatkan perahu. Malah, sudah ada perahu bantuan yang rusak dihempas ombak karena tidak ada tambatan di darat. Kedua katanya, adalah keselamatan nelayan.

Keberadaan hewan reptil di pesisir Teluk Palu membuat keselamatan mereka terancam. ”Sudah ada beberapa orang dan nelayan yang menjadi korban gigitan buaya,” curhatnya di depan wartawan di Teluk Palu, akhir pekan lalu.

Tak hanya nelayan di Pantai Talise Teluk Palu. Nelayan Pantoloan Boya juga menikmati faedah berlipat setelah kehadiran perahu dari KIARA tersebut. Didukung alat tangkap yang memadai, perahu, mesin dan pukat, nelayan di daerah paling utara Kota Palu, bisa melipatgandakan tangkapannya.

Sebelumnya dengan perahu kecil hanya bisa memperoleh empat termos ikan dijual senilai Rp400 ribu per termos. Kini dengan perahu besar panjang sekira 12 meter lebar 1,2 meter, daya jelajah relatif jauh. Hasil tangkapannya pun besar. ”Semalam di laut bisa dapat 8 termos. Ikan ikannya juga besar. Dijual Rp500 – Rp600 ribu per termos,” ungkap Muhamad Ali semringah. Dengan hanya satu anak dan seorang istri, Muhamad Ali mengaku bisa memenuhi kebutuhan keluarganya.

Tak hanya nelayan, pengepul juga mendapatkan keuntungan dengan kehadiran perahu bantuan tersebut. Ini diakui oleh Riana (40). Ia membawahkan sekitar 16 perahu nelayan yang kesemuanya bantuan dari KIARA. Nelayan nelayan tersebut, ia bantu lagi dengan es, BBM dan keperluan lainnya. Riana yang bersuamikan pelayan itu lalu membeli ikan nelayan koleganya berkisar Rp400 ribu hingga Rp600 ribu setiap termosnya.

Sabtu pekan lalu, nelayan Pantoloan Boya menggelar doa selamatan, sebagai bentuk kesyukuran mereka, karena bantuan perahu tersebut telah membuat ekonomi keluarga kembali bergairah walau terus dihajar pandemi Covid-19.

Di Desa Tompe-Sirenja sekitar 80 kilometer arah utara Kota Palu, kegembiraan nelayan yang mendapat bantuan KIARA dilakukan dengan menggelar makan-makan di tepi Pantai Desa Tompe. Di sela-sela kepingan puing bencana tsunami 28 September 2018, memori pahit itu seolah tak menghentikan gairah nelayan dengan menggelar pesta kecil. Nelayan, jurnalis dan relawan KIARA serta sejumlah penyintas, berbaur dalam gairah yang sama, menikmati hidangan laut di alam terbuka.

Kegembiraan itu setidaknya tercetus dari Abdul Rafiq (24) tahun. Seorang nelayan lajang yang sebentar lagi menyunting gadis Tompe pujaannya, menuturkan mendapat bantuan sekira 5 bulan lalu. Sebelumnya hanya menggunakan perahu kecil dengan pendapatan di bawah Rp100 ribu per hari. Saat ini dengan bantuan perahu dan mesin, daya jelajah menjadi lebih jauh. ”Ikannya pun bisa dapat lebih lagi,” ulasnya panjang lebar.

Abdul Rafiq mengaku, walau belum mendapat kepastian tinggal dihunian tetap, namun setidaknya satu masalah bisa teratasi. Yakni masalah ekonomi. Kehidupan ekonomi keluarganya kembali bergairah sembari menunggu hunian tetap dari pemerintah yang tak kunjung terlaksana. Roda ekonomi keluarganya yang terus membaik, bahkan membuat pria berbadan tegap ini ingin secepatnya melamar gadis pujaannya.

Dampak bantuan KIARA bagi warga nelayan Tompe disampaikan Aswad (61). Diakuinya, bantuan perahu telah membuat kehidupan warga pesisir di Desa Tompe kembali bergeliat. Roda ekonomi terus bergairah. Kebutuhan ikan bagi warga Tompe dan sekitarnya dipasok dari nelayan setempat.

Secara perlahan dan pasti, nelayan pun bisa meningkatkan taraf hidupnya. Termasuk menyekolahkan anak mereka dan membeli perabot rumah.

KIARA HADIR UNTUK MEMERDEKAKAN NELAYAN

Selama mendampingi nelayan dan warga pesisir pascagempa, jumlah bantuan dari AFD-KIARA di Palu sedikitnya telah mencapai Rp16 miliar, selama tiga tahun. sejak 2018 hingga 2020. Deputy Monitoring, Evaluation and Learning Kiara, Nibras Fadhlillah menuturkan, jumlah itu tak semua untuk pengadaan perahu. Mereka juga bergerak untuk pemberdayaan untuk keluarga nelayan di sektor home industry serta kegiatan mitigasi bencana dan penanaman mangrove hingga diskusi penguatan SDM nelayan.

Fadhlillah menuturkan, sebenarnya bantuan pemulihan ekonomi bagi warga terdampak bencana, hanya salah satu bagian yang ingin disasar oleh lembaganya. Gol sesungguhnya yang ingin dicapai adalah bagaimana nelayan dan masyarakat pesisir menyadari hak-haknya sebagai warga pesisir.

Warga pesisir diharapkan mampu meng-orginaze diri mereka, sebagai salah satu elemen bangsa yang posisinya sangat strategis di dalam negara. Warga nelayan katanya harus diberdayakan agar mereka sadar dan bisa memperjuangkan hak mereka sendiri di level pemerintah dan masyarakat di tempat mereka berada.

Dalam konteks kasus nelayan di Kota Palu misalnya. KIARA berharap ada kesadaran kolektif yang muncul dari warga untuk memikirkan dan memperjuangkan nasibnya. Misalnya, kasus tanggul tsunami yang membentang sepanjang garis pantai di Teluk Palu. Ini akan membuat akses nelayan menambatkan perahu mengalami kendala. Ia bersyukur kesadaran sudah mulai muncul, setelah nelayan menyaksikan dan mengalami langsung, akses mereka terhalang oleh benteng batu. ”Saya dengar memang ada rencana pemerintah membuat terminal untuk tambatan perahu, setelah ada suara kritis dari nelayan,” katanya kepada wartawan.

Soal lain, adalah ancaman keselamatan nelayan karena buaya yang mengintai di setiap waktu. Ia sepakat dengan Arham, Koordinator Nelayan Talise, agar pemerintah melakukan langkah konkret untuk mengatasi kendala serius tersebut. ”Misalnya menangkap buaya untuk dibuatkan penangkarannya,” katanya. Belum lagi dari sisi kebijakan pemerintah yang tidak pro nelayan.

Pihaknya, saat ini sedang menggalakkan diskusi dengan masyarakat pesisir soal UU Cipta Kerja yang di dalamnya juga menyasar eksistensi nelayan di Indonesia. ”KIARA consernnya di-enpowerment nelayan dan masyarakat pesisir. Di Palu kita masuk melalui penanggulangan ekonomi nelayan karena bencana tsunami daya rusaknya parah terhadap nelayan,” ulasnya panjang lebar.

Musfarayani, Advisor Program Mitigasi Bencana dan Livelihood Masyarakat Pesisir di Sulawesi Tengah, mengatakan, lembaganya tetap sustained bersama nelayan. Gerakan KIARA tak hanya pemberdayaan ekonomi nelayan. Tapi bergerak di sektor pemberdayaan manusianya. Dalam konteks nelayan di Teluk Palu dan Donggala, KIARA mempunyai kewajiban moral untuk hadir di tengah-tengah mereka, saat posisi mereka sedang di titik terendah dihantam bencana alam dan bencana nonalam – Covid-19.

Kepercayaan diri mereka kata dia harus dibangkitkan lagi. Nelayan katanya harus disadarkan. Bahwa profesi mereka tak sekadar untuk menghidupi dirinya dan keluarganya. Mereka harus bangga dengan profesi yang disandangnya, sebagai penyuplai protein dalam skala bangsa. Yang di-captured wartawan dalam visit media dua hari ini, sambungnya, mungkin dari sisi pemulihan ekonominya. Tapi jauh di atas itu, KIARA sebenarnya hadir untuk memerdekakan nelayan dan masyarakat pesisir di seluruh pelosok negeri. (kia/palu ekspres)

Pos terkait