PALU EKSPRES, MATARAM-Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) NTB menyebut kerusakan hutan didominasi kegiatan pertambangan. ”Faktor terbesarnya itu dari tambang. Tapi ini tidak disorot menjadi bagian dari kerusakan hutan,” kata Direktur Walhi NTB Murdani, sebagaimana dirilis Sumbawa Post.com, Sabtu (19/12/2020).
Selama ini, pemerintah menyebut banyak faktor yang menggerogoti hutan di NTB. Yang rata-rata kebanyakan masyarakat. Seperti, peladangan liar hingga ilegal logging. Namun, ia menilai dampak dari tindakan tersebut hanya menyumbang sebagian kecil dari kerusakan hutan. Jika dibandingkan dengan aktivitas pertambangan.
Murdani menyebut sejumlah perusahaan di Pulau Sumbawa. Yang wilayah izinnya justru masuk di dalam kawasan hutan. ”Ada di Sumbawa juga Dompu,” tuturnya.
Dari data yang walhi himpun, kerusakan hutan akibat izin pertambangan mencapai 228 ribu hektare. Luasan tersebut bisa semakin bertambah. Apalagi data ini dicatat WALHI terakhir 2017 lalu. Faktor lainnya, dua tahun terakhir pemerintah mengobral izin pertambangan di kawasan hutan.
”Dua tahun terakhir, izin untuk perusahaan tambang dalam kawasan hutan itu lancar,” kata Murdani.
Bagi Murdani, pemprov tidak serius mengurus soal lingkungan dan hutan di NTB. Tindakan yang dibuat hanya bersifat mikro. Dampaknya kecil. Salah satunya soal rencana menghentikan pengiriman kayu dari kawasan hutan menuju luar NTB.
Penghentian tersebut tidak akan berdampak besar, jika masih ada pembiaran terhadap pelaku perambahan hutan. Termasuk tidak disetopnya pemberian izin tambang dalam kawasan hutan. ”Kan lucu, kayunya dilarang, tapi ada izin tambang di kawasan hutan. Soal ini, pemprov seperti melakukan gertak sambal saja,” kritik Murdani.
Berdasarkan data yang dikeluarkan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK), luas kerusakan hutan di NTB mencapai 360 hektare. Dengan kriteria kritis atau gundul tanpa pohon; lahan kritis karena dalam satu hektare hanya terdapat 400 pohon tegakan; kemudian kritis sekali diakibatkan hanya 100 pohon dalam luas satu hektare.
Dengan luasan hutan rusak mencapai 360 ribu hektare, ini berarti terjadi lebih dari 30 persen hutan rusak dari total kawasan. Kerusakan hutan sebagian besar berada di wilayah Sumbawa dan Bima. Kemudian Lombok bagian selatan serta Gunung Rinjani.
Jika dikomparasikan dengan data dari walhi, perizinan tambang di kawasan hutan menyumbang 63 persen kerusakan hutan. Kadis LHK Madani Mukarom sempat menyebut kerusakan hutan lebih banyak disebabkan penebangan ilegal. ”Ada juga peladangan hingga masuk kawasan hutan, penggarapan hutan adat, sampai pembuatan pemukiman,” tuturnya. ***