MA Cabut Izin Perusahaan Tambang karena Rusak Alam

  • Whatsapp
Ilustrasi aktivitas tambang. Foto: Borneo.com

PALU EKSPRES, PALU – Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh sebuah perusahaan tambang batu bara di Kalimantan Selatan (Kalsel), PT M. Alasannya, penambangan yang dilakukan PT M membuat alam rusak dan mengancam aquifer air.
Kasus bermula saat Walhi menggugat Menteri ESDM dan PT M ke PTUN Jakarta. Walhi meminta Menteri ESDM mencabut izin eksplorasi PT M karena operasi batu baranya merusak alam.
Siapa sangka, pada 22 Oktober 2018, PTUN Jakarta tidak menerima gugatan tersebut. Putusan itu dikuatkan di tingkat banding pada 14 Maret 2019.
Walhi tidak tinggal diam dan mengajukan kasasi. Gayung bersambut. Gugatan Walhi dikabulkan.
“Menyatakan batal Keputusan Tata Usaha Negara berupa Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 441.K/30/DJB/2017, tertanggal 4 Desember 2017 tentang Penyesuaian Tahap Kegiatan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara,” ujar ketua majelis Irfan Fachruddin dengan anggota Yodi Martono Wahyunadi dan Is Sudaryono.
Berikut alasan majelis kasasi mencabut izin tambang PT M:

  1. Sebagian area tambang PT M berada di kawasan karst yang merupakan kawasan lindung geologi. Apabila kawasan tersebut dilakukan eksploitasi, maka berpotensi merusak fungsi aquifer air, karena ekosistem karst memiliki fungsi aquifer air alami, sebagai penampung dan penyalur air bagi wilayah di sekitarnya.
  2. Area tambang PT M juga berada di Pegunungan Meratus yang merupakan kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 9 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2015-2035, dan di pegunungan tersebut melintas Sungai Batang Alai yang dimanfaatkan untuk irigasi pertanian, perikanan, dan sumber air minum, sehingga apabila dilakukan eksploitasi berpotensi terganggunya sumber air.
  3. Menteri ESDM menerbitkan keputusan objek sengketa bertentangan dengan Pasal 21 ayat (3) huruf g Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 52 ayat (5) huruf c juncto Pasal 53 ayat (3) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, dan Pasal 56 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 9 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2015-2035 dan asas-asas umum pemerintahan yang baik, yakni asas kehati-hatian (precautionary principle).
    Atas putusan itu, PT M tidak terima dan mengajukan PK. Apa kata MA?
    “Tolak PK,” putus MA dalam informasi yang dilansir di website MA, Rabu (10/2/2021).
    Duduk sebagai ketua majelis Supandi dengan anggota Hary Djatmiko dan Yosran. Putusan PK itu diketok pada 4 Februari 2021 dengan panitera pengganti Rut Endang Lestari. (detik.com)

Pos terkait