Belajar Daring Beri Dampak Serius Anak Indonesia

  • Whatsapp
ANAK INDONESIA - Belajar daring memberi dampak pada anak-anak Indonesia. Foto: STC

PALU EKSPRES, PALU – Satu tahun sudah pandemi COVID-19 melanda dan berdampak pada Indonesia dalam skala besar dan menambah lapisan risiko baru pada pemenuhan hak—hak anak di Indonesia, dan salah satunya adalah Pendidikan.

Di Indonesia, lebih dari 600 ribu sekolah harus tutup menyebabkan sekitar 60 juta anak harus menjalani pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau belajar dari rumah. Meskii ada sekolah di zona tertentu yang diperbolehkan dibuka dengan memenuhi persyaratan tertentu. Namun sebagian besar anak tetap harus belajar dari rumah, baik secara daring maupun luring. CEO Save The Children Indonesia, Selina Patta Sumbung, mengatakan inilah dampak belajar di masa pandemi Covid-19, saat diskusi daring Sabtu (13/3/2021).

Bacaan Lainnya

Sayangnya, banyak anak di Indonesia yang tidak mampu belajar daring. Hal ini sambung dia, menimbulkan beberapa implikasi terhadap pendidikan di Indonesia. Seperti menurunnya motivasi belajar dan kembali ke sekolah. Menurunnya kemampuan literasi dan numerasi. Dan ancaman putus sekolah karena anak harus bekerja dan atau menikah dini. Lebih jauh lagi, anak akan kehilangan pembelajaran yang kemudian dapat mempengaruhi perolehan kesempatan mengakses pendidikan tinggi dan pekerjaan, serta menghasilkan pendapatan di masa depan.

Ia menjelaskan bahwa Studi Global Save The Children pada Juli 2020 di 46 Negara khususnya Indonesia, mengindikasikan terdapat 8 dari 10 anak tidak dapat mengakses bahan pembelajaran yang memadai. Dan, 4 dari 10 anak kesulitan memahami pekerjaan rumah. Dan, fakta bahwa minimal 1 persen anak tidak belajar apapun selama PJJ.

Selina juga menegaskan, tahun 2021 ini harus menjadi tahun yang memastikan anak tetap mendapatkan akses belajar yang berkualitas. Karena Pendidikan merupakan Hak Anak yang harus dipenuhi dan juga kunci membangun generasi Indonesia.

Penerapan PJJ kata dia, juga bukanlah hal yang mudah. Beberapa tantangan dihadapi oleh anak, guru, dan orangtua. Seperti terbatasnya materi, alat, akses terhadap pembelajaran dan pengajaran, infrastruktur yang tidak merata (akses internet, jalan, bahkan listrik), keterampilan guru untuk melakukan PJJ, kapasitas orangtua mendampingi anak belajar, serta kemampuan anak beradaptasi dan belajar mandiri.

Pos terkait