PALUEKSPRES, MAKASSAR – Dalam sidang promosi doktor ilmu hukum pada program pascasarjana Universitas Muslim Indonesia (UMI), Selasa, (5/10/2021), Muh. Nasir menjelaskan bahwa selama ini hak-hak masyarakat Suku Bajo yang ada di Desa Torosie Laut, Kecamatan Popoyato, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo belum pernah disentuh oleh pemerintah mengenai status kepemilikan hak atas tanahnya.
Yang terjadi, kata dia, hanya janji belaka dalam rangka ajang politik dari tahun ke tahun namun realisasi tidak pernah ada.
Secara mendalam, hal itu diungkapkan Nasir dalam naskah disertasi berjudul “Hakikat Status Kepemilikan Hak Atas Tanah Terhadap Masyarakat Suku Bajo di Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo”.
Nasir mengemukakan, pemerintah harus memperhatikan starus kepemilikan hak atas tanah masyarakat Suku Bajo sesuai dengan amanat UUD RI 1945 Pasal 33 Ayat (3) dan UUPA No.5 Tau 1960 sesuai dengan pasal 9 (2) sehingga tidak terjadi diskriminasi masyarakat Suku Bajo dengan masyarakat Indoesia pada umumnya.
Menurut dia, tingkat pemahaman masyarakat Suku Bajo mengenai status kepemilikan hak atas tanah yang mereka tempati di atas laut sangat kurang dikarenakan kurangnya sosiaialisasi dari pemerintah, sehingga masyarakat suku Bajo tidak memahami status kepemilikannya dan menganggap bahwa tanpa adanya sertifikat sudah menjadi hak milik.
“Ada masyarakat memang tidak tahu sama sekali mengenai dasar hukum tinggal di atas laut. Mereka mengaku apa yang ditempati adalah hak milik atas tanah dan laut dari nenek moyang mereka karena sudah turun-temurun ditinggali,” ujarnya.
Untuk mendapatkan suatu kepastian hukum bagi masyarakat Suku Bajo di Kabupaten Pohuwato, sambung Nasir, diperlukan adanya revitalisasi hukum yang harus dilakukan secara rutin. Para pelaku hukum progresif dapat melakukan perubahan dengan melakukan pemaknaan yang kreatif terhadap peraturan yang ada, tanpa harus menunggu perubahan permanen (changing the law).
“Hukum yang ada di Indonesia sekarang ini, rasanya sudah tidak mampu dan tidak sesuai lagi untuk menyelesaikan permasalahan hukum yang ada, untuk itulah diperlukan sesuatu yang baru yang bisa membawa ke arah yang lebih baik, suatu teori pendobrak yang mampu menyelesaikan permasalahan hukum yang belum terselesaikan,” jelas dia.