DONGGALA,PE-Perbedaan adalah rahmat, dan perbedaan tidak mesti harus bersatu namun bisa berdampingan. Begitulah yang diungkapkan Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Donggala, Abdulah Yahya Simena sebagai salah satu pemateri dalam dialog kebangsaan yang digelar Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) Donggala,
Jumat sore 28 Agustus 2015, di aula Kantor Kementerian Agama (Kemenag), Donggala.
Saling keterbukaan kata Yahya Simena adalah kunci kehidupan umat beragama yang harmonis. Karena itu kata dia, tak perlu harus memperdebatkan perbedaan yang sifatnya adalah rahmat dan sunnatullah. “Dan kita perlu objektif dalam menanggapi setiap isu yang sifatnya SARA dan harus mengkaji sebelum melakukan suatu tindakan yang dapat mengancam kerukunanan antar umat beragama,” pesannya.
Mendukung pernyataan Ketua FKUB Donggala, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Donggala, Tafif mengajak masyarakat Donggala sebagai bagian dari bangsa Indonesia agar berani berkorban untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Itu kata dia harus diwujudnyatakan dengan menjunjung tinggi rasa persaudaraan demi keamanan dan ketenteraman. Rasa persaudaraan yang tinggi kata Tafif akan mematahkan segala perbedaan yang ada sebagai kenyataan.
“Kalau kita bisa jaga ini, niscaya keamanan dan ketenteraman akan tercipta, di Donggala khususnya dan Indonesia umumnya,“ ujar dia.
Sementara, Ketua MUI Donggala, Moh Soleh Sangaji menguatkan pernyataan dua narasumber sebelumnya menegaskan komunikasi dan konsultasi sangat diperlukan dalam menjalin kerukunan antar umat beragama.
Alasannya, kata Soleh Sangaji, komunikasi adalah kunci dari segala urusan umat manusia. Kesalahan komunikasi menyebabkan sesuatu yang fatal. Komunikasi menjadi sarana meredam perpecahan karena perbedaan. “Karena kesalahan informasi yang terjadi dapat membuat suatu riak atau bahkan konfilik antar warga hanya karena salah mentranformasi suatu informasi yang belum jelas kebenarannya,” ujar dia.
Sementara, salah satu tokoh agama di Donggala, Abdul Muluk Lanonci, LC, menilai bahwa Kekerasan bukan tawaran yang bijak untuk menyikapi setiap polarisasi gerakan radikalisme agama. Setiap agama kata dia memiliki kerangka pemikiran yang beragam untuk mewujudkan perdamaian dunia. Karenanya apapun bentuk kekerasan yang mengatasnamakan agama harus ditolak.
Sikap ini direspons positif, Kepala Kamenag Donggala, Tafif yang sangat berharap agar setiap pribadi yang mengaku sebagai bangsa Indonesia memiliki pola pikir yang moderat tentang arti satu bangsa dalam keberagaman. Dia pun mengapresiasi Pospera yang kata dia sudah mewadahi sebuah gerakan perubahan yang dapat mengkomunikasikan dan dapat mentransformasi cita cita bangsa yang beraneka ragam.
Menyimpulkan pernyataan para narasumber, Ketua Pospera Donggala, Edy Zahmin SFil, menegaskan tidak ada alasan melakukan tindakan radikalisasi agama atas dasar apapun. Agama bukan perangkat hokum kata dia. “Jadi, bila ada insiden apapun yang bersifat sentimental SARA, biarlah diselesaikan sesuai hukum yang berlaku di negara yang kita cintai ini. Itu lebih bijak. Jangan bawa-bawa agama di dalamnya,” tegas dia. (mrs)