(Berharap Datangnya Sejahtera)
Oleh : Muhd Nur Sangadji
BAYANGKAN bila Ibu kota negara Indonesia sudah resmi di Kalimantan. Penerbangan dari Papua untuk mewakili Marauke. Dan, penerbangan dari Aceh untuk mewakili Sabang, terasa seimbang. Sabang dan Meroke sengaja dipilih untuk menggambarkan keutuhan NKRI sebagai satu kesatuan yang kokoh. Lagu kebangsaan, dari Sabang sampe Marauke menyatakan itu.
Perasaan adil untuk kemudahan akses ke Ibukota negara tercipta. Paling tidak untuk daerah timur yang selama ini terasa timpang akibat jarak. Diksi sambung menyambung menjadi satu, itulah Indonesia makin terasa oleh jangkauan. Dan, ibukota menjadi perekat kebanggaan itu. Keterbukaan akses ini mendambakan lahirnya efektivitas dan efisiensi aliran barang dan jasa antar pulau Nusantara. Artinya, ekonomi biaya tinggi menemukan satu solusi yang memadai. Yaitu, jarak dan Waktu.
Pertanyaannya, apa yang bakal berubah ? Pasti, relasi antar birokrasi dan antara birokrasi dengan dunia usaha dan masyarakat. Di Ibukota baru ini, akan tumbuh permukiman dan perumahan baru untuk menampung para birokrat pindahan dari Jakarta. Di sini juga akan muncul hotel, restoran dan pusat pusat belanja baru untuk interaksi dan transaksi baru. Penyediaan (suplai) dan permintaan (demand) mengalami perubahan pola. Aliran barang dan jasa harian yang selama ini bertumpu di Jawa, akan bergeser ke wilayah terdekat. Mungkin, efeknya tidak mematikan produsen di Jawa. Tapi, pasti menghidupkan produsen sekitar Kalimantan. Hal terpenting adalah perhitungan cermat terhadap daya dukung dan daya tampung untuk multi sektor.
*****
Berkait urusan rantai pasok, pulau pulau terdekat bisa mengambil peran dan manfaat. Sulawesi dan khususnya Sulawesi Tengah termasuk yang terdekat. Selama ini, sumplai barang berupa bahan baku pangan telah berlangsung. Kehadiran ibukota baru dapat mengakselerasi dalam kecepatan serapan maupun kuantitasnya.