Bagaimana menjadi Muslim Kaffah Untuk Umat Islam Indonesia? Ini Kata Wapres. Wakil Presiden KH Maruf Amin pada kesempatan bertauziyah menyinggung tentang bagaimana umat Islam Indonesia untuk menjadi Muslim yang Kaffah.
“Menjalankan sebagai muslim kaffah (seutuhnya) itu perintah Allah [kepada Manusia]. Bagi kita, muslim kaffah adalah memegang komitmen kebangsaan sebagai bangsa Indonesia.” Demikian Wapres KH Ma’ruf Amin saat memberikan tauziyah tentang bagaimana menjadi muslim kaffah untuk umat Islam Indonesia, sebelum melaksanakan salat taraweh berjamaah di masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, Provinsi Aceh Rabu (29/3/2023).
Menjadi Muslim Kaffah untuk Umat Islam Indonesia menurut Wapres, memiliki arti bahwa setiap individu menghormati seluruh kesepakatan yang telah dibuat oleh para pendiri bangsa demi persatuan Indonesia.
Adapun kesepakatan tersebut adalah Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia
“Muslim kaffah berarti kita memegang kesepakatan nasional yang telah dibangun para pendiri bangsa,” tegasnya.
“Berarti kita tidak boleh kemudian bertentangan dengan sikap bangsa Indonesia yang memiliki komitmen kebangsan,” tambah Wapres.
Karena itu, melalui Bulan Ramadan ini, Wapres mengajak seluruh umat muslim untuk berkomitmen menjalankan kepatuhan-kepatuhan ini, tidak hanya di bulan puasa saja namun sepanjang masa.
“Harus kita jaga terus. Tidak hanya Ramadan tetapi juga sepanjang tahun,” pungkas Wapres.
Wapres hadir bersama isteri Hj. Wury Ma’ruf Amin beberapa saat sebelum melaksanakan Salat Isya berjemaah. Usai menunaikan ibadah Salat Isya, Wapres memberikan tausiyah kepada seluruh jemaah yang hadir, dilanjutkan dengan Salat Tarawih 20 rakaat dan ditutup Salat Witir 3 rakaat.
Bertindak sebagai imam pada Salat Tarawih adalah Tgk. Jamhuri Ramli. Sedangkan bertugas mengumandangkan azan (muazin) adalah Azhari HTA dan M. Iqbal Hasan.
Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh
Melaksanakan salat berjemaah di Masjid Raya Baiturrahman memiliki kesan tersendiri untuk Wapres. Pasalnya, masjid yang terletak di kota serambi Mekah ini menyimpan banyak sejarah bangsa di dalamnya.
Masjid ini dibangun pada 1022H/1612M di bawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda dari Kesultanan Aceh Darussalam.
Sejak awal, Masjid Raya Baiturrahman tidak hanya diperuntukkan untuk kegiatan ibadah saja. Menurut sejarahnya, tempat ini sempat menjadi benteng pertahanan rakyat Aceh di masa perang melawan Belanda.
Selain itu, di tengah dahsyatnya ombak tsunami Aceh 2004, Masjid Raya Baiturrahman tetap berdiri kokoh di saat bangunan di sekitarnya hancur luluh lantak disapu ombak tsunami.
Masjid ini juga menjadi tempat berlindung warga Aceh saat menyelamatkan diri dari gulungan ombak tsunami.
Hingga kini, Masjid Raya Baiturrahman terus menjadi sentral kegiatan umat Islam di Aceh.