PALU EKSPRES, JAKARTA – Besok, Rabu (19/4) menjadi hari yang penting bagi warga DKI Jakarta. Pemungutan suara untuk pilkada putara kedua akan berlangsung dengan pasangan calon Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat, dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Hasil survei yang dilakukan berbagai lembaga menunjukkan paslon nomor urut tiga yaitu Anies-Sandi mengungguli petahana.
Apakah itu mencerminkan hasil akhir? Jika terlena dengan hasil survei, bisa saja mimpi buruk terjadi bagi Anies-Sandi. Setidaknya, ada dua contoh internasional soal hasil survei yang tidak sejalan dengan hasil akhir. Yakni, referendum Britain Exit (Brexit) dan kemenangan Donald Trump di pemilu Amerika Serikat (AS).
Brexit misalnya. Sejak awal tahun, warga Inggris yang memilih tetap di uni eropa selalu mendominasi survei. Reuters melansir sebelum pemungutan suara diambil pada pertengahan 2016, melaporkan sebanyak 52 persen warga tetap ingin gabung uni eropa. Namun, hasil akhir referendum, Jumat (24/6) menunjukkan kelompok Brexit meraih 51,9 persen suara.
Saat itu, mata dunia terbelalak karena tidak menyangka hasil referendum berbanding terbalik dengan poling. Fenomena lain baru saja terjadi di negera adidaya Amerika Serikat. Sebelum pemilihan presiden digelar, berbagai poling selalu mengunggulkan Hillary Clinton dibanding Donald Trump.
Pria kaya raya itu menjadi presiden setelah suara elektoralnya mencapai 304. Unggul jauh dari pesaingnya, Hillary Clinton yang saat itu mendapat 227 suara elektoral. Padahal, selama poling dilakukan, tidak ada ceritanya Trump menungguli Hillary. Seperti Reuter yang memprediksi peluang kemenangan Hillary mencapai 90 persen.