AJI Kecam Perlakuan RSUD Anuntaloko

  • Whatsapp

PALU EKSPRES, PALU – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Palu mengecam tindakan pihak RSUD Anuntaloko yang menghalangi sejumlah wartawan saat meliput pasien hydrocephalus, beberapa waktu lalu.

“Apapun tindakan menghalangi wartawan dalam melakukan peliputan di wilayah publik adalah sebuah pelanggaran dan kami bekerja juga dilindungi undang-undang. Makanya kami mengecam tindakan tersebut dan akan melakukan tindakan advokasi terkait hal ini,” tegas Ketua AJI Kota Palu, Mohammad Ikbal, kepada media ini, Senin (19/3/2018).

Bacaan Lainnya

Lebih jauh, kata Ikbal, seharusnya rumah sakit memahami bahwa para jurnalis bekerja tanpa kepentingan sepihak, yang nota bene kedatangan mereka hanya bertujuan untuk membantu menginformasikan tentang kondisi pasien yang masih membutuhkan uluran tangan.

Selain itu juga, kedatangan mereka untuk meliput pemberian santunan, di mana hal itu menurut Ikbal cukup penting, karena bisa memberikan informasi kepada para donatur kalau dana yang mereka kumpul, benar-benar telah disalurkan kepada yang berhak.

Ia menyayangkan, kalau saat ini dengan prinsip keterbukaan yang semakin baik, masih ada institusi yang melakukan tindakan seperti itu. Bahkan menempatkan undang-undang yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan kerja-kerja jurnalistik, yang bertujuan untuk menghalang-halangi.

“Saya tidak tau, apakah memang seperti itu, undang-undang kedokteran maupun telekomunikasi yang dipampang untuk mempersempit ruang gerak jurnalis dalam meliput di rumah sakit, ataukah karena adanya tendensi pribadi, yang kemudian melahirkan undang-undang seperti itu,” sindirnya.

Ketika ditanya soal subtansi dari undang-undang itu, Ikbal mengatakan, justru hal ini bisa berbahaya jika khalayak ramai tidak tahu arti dan kandungan yang dimaksud sehingga bisa disalahgunakan.

Apalagi dengan memajang gambar dilarang memotret, kemudian menghubungkan dengan undang-undang telekomunikasi, yang notabene menyiratkan tentang pelanggaran penyadapan. Bisa saja masyarakat yang awam tidak tahu akan hal itu, lalu kemudian ditakut-takutin dengan undang-undang yang sama sekali tidak ada hubungannya.

Dalam Undang-undang Pers Nomor 40 tahun 1999, kata Ikbal, juga memiliki ketegasan, di antaranya adalah dalam pasal 18 tentang ketentuan pidana, yang menjelaskan tentang hukuman bagi siapa saja yang menghalangi kerja-kerja wartawan, dengan sanksi dua tahun penjara, atau denda paling sedikit Rp500 juta.

Pos terkait