Warga Lere Kota Palu Menolak Direlokasi

  • Whatsapp

PALU EKSPRES, PALU– Warga Lere yang kini ditempatkan di shelter pengungsi di Jalan Ponegoro, Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat menolak direlokasi ke lokasi hunian tetap (Huntap) di Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu.

Warga Lere juga meminta keadilan atas rencana relokasi mereka ke lokasi yang jauh dari permukiman mereka sebelumnya. Mereka menilai ada sikap ketidakadilan perlakuan pemerintah terhadap warga Lere sekaitan rencana relokasi mereka ke lokasi yang jauh dari akar budaya mereka  sebagai warga pesisir.

Hal itu merujuk pada kebijakan pemerintah yang tetap memberi kesempatan kepada pengusaha untuk kembali beraktifitas di lokasi sebelumnya. Sebut saja, Hotel Mercure, PGM, Hotel Grand Duta, dan Exelco. Padahal kalau menarik garis lurus dengan lokasi para pengusaha itu, akan sejajar dengan lokasi permukiman warga Lere, yakni sekitar 100 meter dari bibir pantai. Tetapi ada perlakuan diskriminatif, para pengusaha itu tidak masuk zona merah, sementara lokasi warga masuk zona merah.

“Kita akan tetap bertahan di Lere, bukan dalam artian melawan pemerintah,” kata Mediantara, warga Lere saat Molibu Mbaso (rapat besar) di Masjid shelter pengungsi Jalan Ponegoro Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat, Minggu 17 Maret 2019 .

Ia juga mempertanyakan kebijakan pemerintah menyusul adanya penetapan wilayah permukiman warga Kampung Lere sebagai zona merah, hanya karena peristiwa bencana gempa bumi dan tsunami.

Belajar dari sejarah tanah Kaili, gempa dibarengi tsunami atau dalam bahasa lokal disebut Lingu , sudah ada sejak dulu. Sehingga, pola penanganannya dianggap tidak bijak jika warga direlokasi ke tempat yang jauh dari tempat kelahiran serta latar belakang budaya mereka.
“Tidak akan bisa nelayan jadi petani, apalagi kultur antara masyarakat Lere sebagai nelayan dengan wilayah Tondo yang menuntut warga jadi petani,” ujarnya.

Hj Sayya, warga pengungsi di shelter Jalan Ponegoro malah bersikap keras pada rapat tersebut dan menyuarakan agar  korban terdampak tsunami tetap bertahan di wilayah Kampung Lere.
Ibu yang berprofesi sebagai ibu rumahtangga ini melihat sikap pemerintah terhadap warga pengungsi ibaratnya kerbau. Ketika hidung kerbau dicocok, maka kerbau itu akan ikut ke mana saja tuannya menariknya.

Kalaupun nantinya warga Kampung Lere direlokasi ke lokasi Huntap katanya, warga meminta harus ada hitam di atas putih yang menerangkan status kepemilikan tanah warga yang selama ini masuk dalam zona merah.

“Bukan berarti relokasi warga ke lokasi Huntap di Tondo ibaratnya tukar guling lahan warga Kampung Lere,” tegasnya.

Menyikapi aspirasi warga tersebut, Ikbal Basir Khan warga Kampung Lere lainnya, berencana membuat tempat pertemuan dengan bahu membahu warga setempat di Kampung Lere yang saat ini dimasukkan dalam zona merah oleh pemerintah. Tujuannya adalah untuk lebih membulatkan aspirasi warga Lere serta ingin menunjukkan kepada pemerintah bahwa warga masih tetap ingin beraktifitas di lokasi tersebut.
“Ini tidak ada muatan politik sama sekali terhadap aspirasi warga yang menolak direlokasi,  walau dalam pertemuan ini dihadiri oleh para politisi  tapi posisi mereka itu adalah sebagai warga terdampak bencana tsunami yang menuntut sikap perlakuan adil dari pemerintah,” kata Ikbal Basir Khan.
Masih banyak masukan dan warga lainnya saat pertemuan tersebut, tapi intinya sikap seluruh warga tersebut dikerucutkan dalam bentuk pernyataan sikap Forum Komunikasi Percepatan Pembangunan Kampung Lere (FKPP-KL).
Lima poin dalam pernyatan sikap FKPP-KL tersebut yang diketuai oleh Ikbal Basir  Khan. Pertama, Warga menolak direlokasi; Kedua, Meminta kejelasan status kepemilikan lahan atau tanah warga; Ketiga Meminta pemerintah baik Kota, Provinsi dan Pusat untuk melakukan penataan pembangunan kembali pascabencana alam, khususnya area yang terdampak langsung kejadian 28 September 2018.
Selanjutnya, Warga Lere khususnya yang terdampak kejadian gempa dan tsunami menolak relokasi permukiman dan kalaupun tetap dilakukan relokasi, hunian tetap harus berada di wilayah Kelurahan Lere. Terakhir, meminta kepada semua pihak yang berkompeten dalam melakukan perencanaan pembangunan bagi korban gempa, tsunami dan likuefaksi selalu melibatkan warga dalam pengambilan keputusan.

(fit/palu ekspres)

Pos terkait