Digagalkan 50 Kg Bahan Baku Bom Ikan di Balut

  • Whatsapp

 

BANGGAI – Berkat informasi yang disampaikan Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas), Bidang Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (SDKP) Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banggai Laut (Balut), menggagalkan pengiriman 50 kg bahan baku bom ikan.

Kepala Bidang Pengawasan dan Pengendalian SDKP Kabupaten Balut, Herto Sampelan, mengungkapkan telah menerima informasi, akan ada kapal yang merapat di pelabuhan Banggai Laut, pada Rabu (19/8), sedang membawa pupuk matahari, bahan baku bom ikan.

“Saya langsung gerak cepat. Ternyata benar, pada Rabu 19 Agustus itu, tepat pukul 08.20 Wita, merapat kapal dengan ciri-ciri yang disebutkan. Setelah kita geledah dan lakukan pemeriksaan, kita dapatkan sekitar 50 kg pupuk cap matahari yang disimpan di boks es,”kata Herto dihubungi, Kamis kemarin (20/8).

Pupuk yang juga dikenal dengan nama urea tersebut, disimpan di boks yang terbuat dari Styrofoam. Hal itu kata Herto, merupakan salah satu modus yang digunakan pemilik pupuk. Namun petugas tidak pernah kehilangan akal. Katanya sangat mudah mengetahui boks yang berisikan pupuk. “Kalau dipegang boksnya tidak dingin, berarti ada pupuk di dalamnya,”ungkapnya.

Menurut Herto, pengiriman pupuk ammonium nitrate (NH4) yang digagalkan tersebut, berkat informasi dari Pokmaswas yang berada di bawah bimbingan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Balut, melalui Bidang yang dipimpinnya. Kapal yang memuat pupuk yang dipastikan untuk dijadikan bahan baku bom ikan itu, adalah kapal penumpang dengan rute Banggai-Bangkurung.

“Pupuk tersebut akan dibawa ke Desa Kalupapi Kecamatan Bangkurung. Pupuk cap matahari atau cap obor, sebagai salah satu bahan campuran perakitan bahan peledak penangkapan ikan. Saat ini, pupuk tersebut kita simpan sebagai barang bukti. Telah diamankan di kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banggai Laut untuk keperluan proses selanjutnya,”katanya.

Menurut Herto, dengan tertangkapnya 50 kg bahan baku bom ikan, pihaknya merasa bersyukur, karena mampu mengantisipasi kerusakan terumbu karang maupun biota laut lainnya. Katanya, dari 50 kg pupuk tersebut, bisa untuk membuat bom ikan sebanyak 50 botol. Untuk tingkat kerusakan yang ditimbulkan, menurut Herto untuk satu botol bom ikan, mampu merusak terumbu karang hingga radius 8 sampai 10 meter.

“Silakan dikalikan saja. 8 hingga 10 meter dikali 50, berarti kalau pupuk ini lolos dan berhasil dibuatkan bom, berarti ada sekitar 500 meter persegi lagi terumbu karang yang akan rusak. Itu baru terumbu karang, belum lagi biota laut lainnya,”kata Herto lagi.

Sayangnya, dalam operasi penangkapan tersebut, tidak berhasil ditemukan pemilik pupuk. Ketika ditanya kepada kapten kapal dan ABK, semuanya mengaku tidak mengetahui pemilik boks-boks yang berisikan pupuk tersebut. Katanya sudah lazim, proses pengiriman yang dilakukan dengan menggunakan kapal, pemilik maupun ABK kapal mengetahui jenis maupun pemilik barang yang dimuat.

“Nanti di pelabuhan tujuan, baru pemiliknya ambil dan bayar ke kapal. Seperti halnya dalam kasus ini, karena pemiliknya sudah tahu, barang kirimannya ketahuan oleh petugas, sudah tidak ada yang berani jemput. Kita pun kehilangan jejak,”katanya lagi.

Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Muh Edward MSc, memberikan apresiasi atas upaya penggagalan pengiriman bahan baku bom ikan tersebut. Senada dengan Herto, menurut Edward yang akrab disapa Edo, dengan gagalnya pengiriman 50 kg bahan baku bom tersebut, maka ada lagi kawasan terumbu karang yang dapat diselamatkan.

“Di sisi lain, hal ini membuat kita miris, karena ternyata masih marak praktik-praktik illegal fishing. Sangat kita sayangkan, di saat kita terus menggalakkan upaya konservasi, tapi di sisi lain, masih banyak yang belum peduli dan selalu berusaha merusak alam, hanya demi keuntungan yang tidak seberapa,”kata Edo.

Penangkapan di Balut yang dimulakan dari laporan Pokmaswas, juga sangat diapresiasi oleh Edo. Dia, berpesan agar peran dan tanggung jawab Pokmaswas terus diperkuat, dilakukan pembimbingan secara rutin, serta pihaknya siap untuk memberikan reward, kepada Pokmaswas yang dianggap memiliki prestasi dan kepedulian yang tinggi, dalam melestarikan alam.

“Padahal kalau alam lestari, bukan siapa-siapa yang menikmati, tapi anak cucu kita. Sekarang nelayan mengeluh, semakin jauh wilayah penangkapan, karena ikan semakin kurang. Semua itu, karena ulah kita juga yang merusak habitat ikan, sehingga ikan semakin sulit ditangkap,”tandas Edo. (mdi/*)

Pos terkait