Oleh Kasman Jaya Saad
Dalam konteks ketatanegaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) harus dilaksanakan secara terencana dengan kerangka hukum yang jelas, agar dalam pelaksanaannya berjalan tertib dan teratur. Tidak terkecuali menyangkut dana kampanye. Pengaturan dana kampanye Pilkada dimaksudkan untuk menjaga asas Pilkada (Luber dan Jurdil) dipatuhi. Selain itu pengaturan dana kampanye penting dilakukan untuk mencegah dominasi pasangan calon (Paslon) yang memiliki “Amunisi tebal” dalam melaksanakan kegiatan kampanye, sehingga memberi peluang yang sama bagi paslon untuk lebih mengedepankan proses rasionalisasi dan pendewasaan politik, khususnya bagi pemilih atau rakyat Sulawesi Tengah yang dijanjikan kesejahteraannya. Dan, yang terpenting para paslon tidak terjebak “rente politik” dari para pemodal alias cukong-cukong yang akan mendikte kebijakan publik daerah pasca Pilkada.
Namun sangat disayangkan beberapa paslon kepala daerah tidak serius dan tidak jujur memberikan laporan awal dana kampanye (LADK). Laporan Kompas (30/9/2020), hasil unggah infopemilu2.kpu.go.id menyebut LADK paslon tidak masuk akal karena begitu minim dana kampanye yang dilaporkan, 50 ribu rupiah dan bahkan ada nol rupiah. Laporan dana kampanye adalah laporan yang terdiri dari LADK, Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK), dan Laporan Penerimaan dan Penggunaan Dana Kampanye (LPPDK). Laporan dana kampanye sejatihnya untuk melindungin paslon dari korupsi politik, karena sumber keuangan mereka dibuka dengan akuntabilitas yang transparan kepada publik. Dan publik tentu tak lagi mudah dibohongi, karena kegiatan kampanye bukan kegiatan yang murah.
Undang-Undang memang mengatur dan bahkan membolehkan paslon memperoleh sumbangan dari partai atau gabungan partai pengusung dan sumbangan pihak-pihak lain yang tidak mengikat yang meliputi sumbangan perseorangan dan/atau badan hukum swasta yang besarnya tidak melebihi Rp 75 juta untuk perorangan dan badan hukum swasta tidak melebihi Rp 750 juta.
Meskipun dana kampanye Pilkada itu telah diatur (PKPU N0.12 tahun 2020) dan bahkan para paslon telah diberi beberapa peluang untuk mendapatkan sumbangan, namun masih juga memungkinkan terjadi pelanggaran. Modus pelanggaran dana kampanye sangat beragam. Mulai dari modus memecah-mecah jumlah sumbangan untuk mengaburkan pelanggaran batas jumlah sumbangan, hingga modus memanipulasi pelaporan sumbangan dari pihak luar dengan menempatkannya sebagai sumbangan dari partai politik dan paslon dalam laporan dana kampanye.
Peran Penyelenggara
Penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu) memiliki peran yang sangat strategis dalam mengawal dan mengawasi aliran dana kampanye paslon. Kedua institusi ini diharapkan terus melakukan sinergisitas dalam melakukan kerja-kerja profesionalnya. Sesuai kewenangan yang dimiliki, maka KPU memiliki peran penting dalam meneliti aliran dana kampanye paslon peserta Pilkada. Para paslon wajib menyampaikan rekening khusus dana kampanye kepada KPU, mencatat dan membukukan penerimaan dan penggunaan dana kampanye, serta wajib menyampaikan laporan dana kampanye kepada KPU sesuai batas waktu yang telah ditentukan Undang-Undang. KPU dapat melakukan pembatalan kepada paslon terpilih dalam Pilkada bila terbukti terdapat ketidak benaran atau tidak akuntabel dalam penyerahan rekening khusus dana kampanye, pembukuan, penerimaan dan penggunaan dana kampanye serta penyampaian laporan penerimaan dan penggunaan dana kampanye.
Dan selanjutnya lembaga pengawas (Bawaslu) dapat melakukan identifikasi awal terhadap laporan dana kampanye yang terindikasi terdapat pelanggaran. Selanjutnya, jika menemukan kejanggalan dan keganjilan dalam laporan tersebut, terlebih jika menemukan indikasi tindak pidana pencucian uang dalam sumbangan dana kampanye, maka Bawaslu diharapkan segera menangani dan menindaklanjutinya. Kerja sama yang telah dibangun dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), yang memiliki kewenangan dalam melakukan penelusuran aliran dana, dapat dimanfaatkan untuk menindak mereka yang terbukti memanipulasi dana kampanyenya. Bawaslu juga dapat melakukan kajian terhadap laporan dana kampeye para paslon. Berdasarkan laporan tersebut, Bawaslu dapat melakukan identifikasi awal kepatuhan atau pelanggaran yang mungkin terjadi yang dilakukan oleh para paslon.
Harapan yang besar, tentu saja kita sandarkan kepada para paslon yang akan bertarung pada Pilkada tahun ini untuk dapat berlaku jujur, transparan dan akuntabel dalam penyerahan rekening khusus dana kampanye, pembukuan, penerimaan dan penggunaan dana kampanye serta dalam penyampaian laporan penerimaan dan penggunaan dana kampanye dan senang tiasa berkomitmen untuk tidak menerima sumbangan dana kampanye dari sumber-sumber yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan Pilkada. Jangan sampai dana kampanye yang dilaporkan besar pasak daripada tiang -ada perbedaan antara dana kampanye yang dilaporkan ke KPU dengan dana kampanye yang nyata digunakan- tidak jujur dan tidak akuntabel.
Sebagai masyarakat pemilih kita sangat paham, bahwa kegiatan kampanye, meski banyak kegiatan kampanye dibatasi karena Pilkada ditengah pandemi Covid-19 (PKPU Nomor 13 Tahun 2020), bukan suatu hal yang murah, tetap butuh biaya besar – untuk sesuatu yang kami anggap tidak bermanfaat bagi rakyat di daerah ini- mengharapkan kepada paslon untuk jujur melaporkan dana kampayenya sesuai dengan kenyataan. Dan ini merupakan modal yang penting bagi kepemimpinan yang lahir dari demokrasi elektoral. Dengan jaminan kejujuran dan akuntabilitas laporan dana kampanye juga menjadi bagian penting dalam menentukan pilihan yang layak memimpin daerah ini kedepannya.
***Penulis Dosen Unisa Palu,
Penulis Buku Pilkada Di Tengah Pandemi Covid-19