Sementara, madu lebah tanpa sengat (trigona) yakni cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis yang dihasilkan oleh lebah tanpa sengat (trigona) baik liar maupun budidaya dari sari bunga tanaman (floral nektar) atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral).
Untuk persyaratan mutu madu, Wahyu menerangkan terdiri dari 2 jenis uji yaitu uji organoleptik dan uji laboratoris. “Uji organoleptik melalui bau dan rasa khas madu. Sementara uji laboratoris diantaranya melalui parameter kadar air, gula pereduksi (dihitung sebagai glukosa), keasaman, dan cemaran logam,” terang Wahyu.
“Sebagai contoh, untuk kadar air, madu hutan dan madu budidaya maksimal 22% b/b, madu lebah tanpa sengat maksimal kadar airnya 27,5% b/b. Gula pereduksi (dihitung sebagai glukosa), untuk madu hutan dan madu budidaya minimal 65% b/b, madu lebah tanpa sengat minimal 55% b/b. Sementara cemaran logam persyaratan mutunya untuk ketiga kategori madu tersebut kadar timbal (Pb) maksimal 0,1 mg/kg; cadmium (Cd) maksimal 0,2 mg/kg; serta merkuri (Hg) maksimal 0,03 mg/kg,” lanjutnya.
Kepada produsen madu Wahyu mengingatkan untuk memperhatikan pengemasan dan penandaannya.
Terkait pengemasan, madu dikemas dalam wadah standar makanan (food grade) yang tertutup rapat tidak dipengaruhi atau mempengaruhi isi, aman selama penyimpanan dan pengangkutan.
Adapun, untuk penandaan, di bagian luar kemasan ditulis dengan bahan yang tidak mudah luntur dan jelas untuk dibaca, sekurang-kurangnya memuat informasi nama produk; kata-kata “100 % madu asli”; berat bersih; nama dan alamat yang memproduksi atau importir; serta tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa.
“Itulah alasan mengapa kita baiknya memilih madu ber-SNI. Jaminan kualitas sehingga manfaat yang akan didapat akan optimal,” tandas Wahyu.
Dengan ditetapkannya SNI 8664:2018, Wahyu berharap makin banyak industri yang menerapkan SNI madu sehingga produk madu yang beredar di pasaran kualitasnya dapat terjamin sehingga dapat melindungi konsumen dan produsen serta menunjang komoditi ekspor hasil hutan. (humasbsn)