Oleh: DR Hasanuddin Atjo, Dewan Pakar SCI dan Ispikani
Menuju udang 2 Juta Ton. Target KKP pada akhir tahun 2024 produksi udang nasional mencapai 2 juta ton, dari 800 ribu ton tahun 2019. Demikian pula dengan target devisa meningkat menjadi sekitar US$ 5 milyar dari sekitar US$ 2,0 milyar.
baca juga : gubernur-sulteng-tabur-benur-vaname-di-sejoli-parimo-target-produksi-210-ton
Berdasarkan data bersumber dari KKP bahwa pada akhir tahun 2022 diprediksi produksi udang 1,1 juta ton dengan nilai devisa mendekati angka US$ 2,4 milyar, sekitar 40 persen dari total nilai ekspor hasil perikanan.
Angka produksi udang ini menurut sejumlah asosiasi yang dihubungi minggu lalu, dinilai tinggi dan perlu dikoreksi, sehingga data produksi mendekati angka sesungguhnya. Mengutip salah satu tagline BPS bahwa data itu mahal, tetapi akan lebih mahal lagi membangun tanpa data yang valid.
baca juga : di-kabupaten-sigi-tambak-budidaya-ikan-kembali-berproduksi-pada-2020
Dicontohkan bahwa produksi benur pada tahun 2021 sekitar 32 milyar ekor dan dioprkirakan meningkat menjadi 35 milyar ekor pada tahun 2022. Produksi ini belum termasuk produksi benur dari hatchery skala rumah tangga yang menetaskan telur dari induk yang diperoleh dari tambak sekitarnya dan disebut F2.
Baca juga : ini-line-up-mitra-kukar-vs-psm-sissoko-dan-marc-klok-main-mulai-menit-pertama
Dengan asumsi jumlah benur yang hidup 65 persen dan berat udang rata rata 20 gram, maka perkiraan produksi di tahun 2022 mencapai 455 ribu ton. Selanjutnya mereka asumsikan dari tambak tradisional dengan benur skala rumah tangga sekitar 100 ribu ton. Diperkirakan total produksi pada tahun 2022 maksimal pada angka 600 ribu ton.
Baca juga : diah-puspita-hadiri-pelantikan-pengurus-organisasi-line-dance-sulteng
Perbedaaan data produksi ini mesti menjadi PR, pekerjaan rumah yang harus dibenahi pada tahun tahun mendatang, agar tidak lagi menjadi sumber kesalahan untuk menyusun strategi pengembangan, baik oleh Pemerintah, Swasta dan sektor lain yang memerlukan.
Terlepas adanya perbedaan data itu, maka tidak kalah pentingnya bagaimana skenario yang harus dilakukan agar capaian produksi dan devisa pada ahir tahun 2024 tidak terlalu jauh jaraknya dengan target yang telah ditetapkan.
Baca juga : jesika-line-aplikasi-layanan-bkkbn-sulteng-di-masa-pandemi
Bila ingin meningkat dua kali saja pada tahun 2024, maka produksi benur bermutu harus ditingkatkan menjadi minimal 70 milyar ekor. Dan untuk tujuan itu membutuhkan Induk udang sekitar 700 ribu ekor yang dominan masih diimpor dari Hawai dan Florida, disebut F1.
Lebih baik lagi kalau di Indonesia dikembangkan secara masif NBC, Nucleus Breeding Center dan atau Breeding Multification Center, BMC berafiliasi dengan breeder dunia di Hawai maupun Florida ternama yang telah eksis menproduksi induk udang jenis vaname, yang saat ini sekitar 85 persen benurnya ditabur di tambak tambak Indonesia.
Peningkatan produksi benur harus disertai perbaikan sistem budidaya dan hilirisasi produk yang bernilai tambah agar marjin pembudidaya meningkat dan sekaligus membuka lapangan kerja baru yang saat ini menjadi salah satu persoalan yang penting di negeri kepulauan ini.
Penerapan inovasi dan teknologi nursery pada teknologi tradisional, semi intensif, intensif harus masif dan nantinya harus jadi budaya. Di Ekuador budaya ini sudah menjadi satu regulasi yaitu budidaya harus dilakukan minimal two steps atau lebih (nursery dan grow out).
Cara ini sudah di tiru oleh India dan vietnam yang saat ini berkembang masif. Perubahan cara budidaya ini menjadi salah satu sebab produksi udang India, Vietnam meningkat tajam menjadi 800 ribu dan 600 ribu ton. Sementara Itu Indonesia berada di peringkat ke 5 dengan produksi 500 ribu ton ( FAO, 2021).
Nursery udang merupakan tahap pembesaran benur selama 2 – 3 minggu sebelum dibesarkan di tambak pembesaran. Di Indonesia dikenal sejak lama dengan sebutan ipukan, penggelondongan atau pentololan. Hanya saja konstruksi dan metoda nursery masih banyak tantangan, antara lain dikarenakan kurang contoh dan sosialisasi.
Penggunaan induk udang dengan genetic tertentu , harus didorong. Pada saat ini secara global telah tersedia tiga pilihan benur dengan karakter tertentu yang spesifik dan telah dipergunakan oleh sejumlah negara produsen utama udang.
Pertama line fast growth, tumbuh lebih cepat namun rentan terhadap perubahan lingkungan sehingga menuntut inovasi sistem budidaya yang lebih baik antara lain nursery, perbaikan lingkungan dan asupan nutrisi yang berkualitas.
Tambak intensif dan supra intensif yang memiliki hal seperti di atas lebih memilih benur berkarakter tumbuh lebih cepat, meski harus antri karena ketersediaan terbatas dan membeli dengan harga lebih mahal,.
Ongkos logistik cargo udara yang mahal utamanya ke wilayah timur Indonesia menjadi penyebab harga benur bisa mencaopi dua hingga tiga kali dari harga benur normal sekitar 50 rupiah per ekor. Dan ini tentunya bisa menurunkan daya saing.
Tambak dengan infrastruktur baik, SOP budidaya sesuai, SDM handal bisa dianalogikan dengan track mobil formula yang diperuntukan bagi mobil yang bisa berlari cepat. Kondisi jalan, kualitas mobil, bahan bakar dan driver sampai manajer semusuanya harus dalam kondisi prima.
Kedua, line balance, yaitu benur yang berkarakter seimbang antara pertumbuhan dan survival (angka kelangsungan hidup). Dan line ini paling banyak dipergunakan di Indonesia mulai teknologi intensif semi intesif dan tradisional karena tersedia dalam jumlah yang lebih banyak. Selain itu karakter seperti ini tidak menuntut mutu lingkungan dan nutrisi sebaik dengan karakter fast growth.
Dan ketiga toleran atau resisten yaitu angka survival tinggi, tetapi pertumbuhan lambat. Karakter ini ideal untuk wilayah/kawasan yang kondisi lingkungan dinilaii kurang mendukung, serta menggunakan teknologi paling sederhana yaitu teknologi tradisional.yang dominan diterapkan di Indonesia.
Hasil kajian di kabupaten Takalar Sulawesi Selatan, Maret – Juli tahun 2022 menerapkan teknologi intensif memberi informasi bahwa line fast growth tumbuh lebih cepat dari line balance maupun resisten, sedangkan survival line resisten terlihat lebih unggul.
Selanjutnya hasil kajian Oktober – Januari tahun 2023 dikabupaten Barru Sulsel menerapkan konsep two step (nursery dan grow out)
di tambak Supra Intensif (padat tebar 650 ekor per meter persegi) memberi informasi line fast growt tumbuh lebih cepat.
Pada DOC 60 hari di grow out, berat rata rata udang fast growth mencapai 20 gram, sedangkan line balance baru mencapai 15 gram. Sementara itu, survival kedua line genetik tersebut relatif sama. Dan kedua kajian ini tentunya menarik sebagai bahan diskusi sebagai bahan pertimbangan kebijakan.
Hasil komunikasi dengan sejumlah asosiasi seperti FUI, Fotum Udang Indonesia dan Forum Pembenihan Udang serta Shrimp Club indonesia memberi sejumlah masukan pada Pemerintah terkait target produksi udang 2 juta antara lain;
Pertama, mendorong, memfasilitasi usaha hatchery dan penunjangnya seperti Breeding Center dengan cara modern. Mekakukan. upaya pembinaan-pengawasan terhadap produksi dan distribusi benur agar sesuai SOP, standar operasional prosedur. Tidak lagi benur menjadi agen penyakit dalam budididaya di tambak.
Kedua, mendorong agar penerapan teknologi budidaya udang two step menjadi masif di sentra produksi, terutama, yang termasuk dalam program revitalisasi major project 2019 – 2024 kabinet Jokowi Mar’uf Amin.
Membangun dan perbaikani rigasi Tsmbak, menyambung jaringan kelistrikan sampai ke pertambakan, jalan produksi dan pabrik es dinilai tidak maksimal, bila tidak disertai perbaikan dan peningkatan sistem budidaya, dan jaminan harga level petani yang sering fluktuatif.
Ketiga, kesesuaian tataruang yang menyisahkan sejumlah masalah dan belum optimalnya penerapan perizinan di daerah perlu menjadi perhatian. Demikian pula sejumlah kasus “kriminalisasi” yang dinilai menurunkan gairah pembudidaya, menghambat minat berinvestasi.
Keempat mendorong peningkatan teknologi hilirisasi dengan produk akhir ready to cooke dan to eat sebagai implementasi pesan Blue Economy. Mendorong lahirnya sejumlah usaha baru di hilir yang tentunya merupakan revitalisasi sejumlah pabrik yang sudah uzur.
Terakhir, Pengembangan industri udang, saatnya berbasis cluster atau pulau besar seperti konsep MP3E. Dengan pendekatan satu cluster, maka penyediaan SDM , input produksi dan hilirisasi menjadi lebih mudah sehingga lebih efisien dan berdaya saing.
Dengan industri udang pendekatan pulau besar maka sistem logistik pola tanam, line genetik, kontrol produksi dan proses perizinan akan lebih mudah tertangani. Dan tidak kalah pentingnya adalah tercipta pemerataan ekonomi antar wilayah atau kawasan. ***