PALU EKSPRES, SURABAYA – Persebaya Surabaya bukan sekadar sebuah klub sepak bola. Tim ini sudah menjadi identitas dan kebanggaan. Bukan hanya bagi warga Surabaya, melainkan untuk masyarakat Jawa Timur pada umumnya.
Jadi yang tertua karena lahir pada 18 Juni 1927, Persebaya sudah menjadi bagian masyarakat timur Jawa sejak lama. Sudah didukung hingga bisa meraih dua piala di Liga Indonesia, lambang supremasi tertinggi sepak bola nasional.
Kelahiran klub Jawa Timur lainnya yang bergelimang materi dan pemain bintang pun tak menyilaukan Bonek untuk terus mencintai Persebaya. Bahkan, kecintaan itu lantas diturunkan secara turun-temurun kepada anak cucu. Diturunkan hingga menjadi sebuah tradisi bahwa darah Bonek harus terus mengalir dalam nadi keturunan mereka.
KUMPUL KELUARGA: Taufiq mengajak istri dan anaknya mendukung Persebaya di tribun Gelora Bung Tomo, Surabaya.
KUMPUL KELUARGA: Taufiq mengajak istri dan anaknya mendukung Persebaya di tribun Gelora Bung Tomo, Surabaya. (Ahmad Khusaini/Jawa Pos)
Bonek pun berganti generasi. Lestari. Bahkan kian besar hingga memberikan warna mencolok pada sepak bola Indonesia. Entah berasal dari generasi awal ataupun baru, yang jelas Persebaya tidak akan pernah kehilangan pendukung.
Salah satu yang terus menurunkan tradisi mbonek adalah Catur Bagus, Bonek asal Sukodono, Sidoarjo. Kali pertama diperkenalkan dengan klub berkostum hijau tersebut oleh sang ayah, Bagus langsung jatuh cinta. Sampai sekarang, hingga berkeluarga dan punya keturunan.