Oleh Hasanuddin Atjo (Kepala Bappeda Sulteng)
ISTILAH Kaleng-Kaleng dikenal sebagai bahasa gaulnya Milenial Makassar. Suatu ketika saya tertarik oleh percakapan di medsos tentang sebutan kaleng-kaleng dan ingin masuk lebih dalam lagi agar bisa memahami dan memaknainya.
Dalam dialog itu Si “Unjung “ mengatakan “Bundu”! Na bilang Ko “Sangkala” besar ji caritanu, tena harapang…. Dengan santai “Bundu ” berkomentar Jangan mi ko dengar itu “bodoh”…. Kaleng-Kaleng ji itu. Ka tau ji toch artina kaleng-kaleng?. Banyak ji caritana, tena isina. Nyaring ki lagi bunyina…… Mau jadi apami kalau mau kita bati-batii…..kata “Bundu”.
Dari dialog di atas terungkap bahwa dalam satu generasi ada tiga karakter yang berbeda satu sama lain. “ Bundu” mewakili kelompok yang ingin maju dan tidak terperangkap dengan hal-hal yang kurang produktif , sehingga dia berada di gerbong yang ditarik oleh lokomotif perubahan. “Sangkala” mewakili kelompok yang kekeh dengan pikirannya dan tetap bertahan di stasiun kereta. “Unjung” mewakili kelompok “bingung” karena terperangkap dengan situasi wait and see. Tidak ke kelompok satu dan juga tidak ke kelompok lainnya. Dari analisis ini generasi yang bukan “kaleng-kaleng” adalah “Bundu”.
Pertanyaan selanjutnya bagaimana skenario melahirkan generasi yang bukan “kaleng-kaleng”. Apalagi diperhadapkan dengan tantangan Industri 4.0 dan Society 5.0 serta harapan menjadi Indonesia Hebat tahun 2045. Kesemua ini menuntut lahirnya sejumlah SDM unggul yang antara lain memiliki skill dan knowledge serta berkarakter adaptif, inovatif dan update.
Secara makro ada tiga pendekatan yang dapat dipergunakan untuk itu yaitu perbaikan ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Kemiskinan, pengangguran dan stunting merupakan persoalan mikro yang perlu menjadi salah satu fokus perhatian. angka kemiskinan secara nasional di tahun 2018 sekitar 9,7 persen dan Provinsi Sulteng sekitar 13,7 persen. Pengangguran Nasional dan Provinsial Sulteng sekitar 5,1 persen. Selanjutnya angka stunting secara nasional sekitar 31 persen dan provinsi sekitar 32 persen. Stunting adalah kondisi anak balita di sebuah wilayah yang perkembangan fisik dan otaknya di bawah normal. Dan, ini disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dan kesehatan lingkungan yang tidak mendukung.