Memahami Urgensi Kenaikan Undang-Undang (UU) Bea Meterai

  • Whatsapp
Muhammad Fikri Ali. Foto: Istimewa

Oleh Muhammad Fikri Ali*

TERHITUNG  dua  bulan  lebih semenjak UU No. 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai dijalankan. Dalam Pasal 28 dan 32 di UU tersebut, menyiratkan bahwa per 1 Januari 2021 adalah masa transisi yang akan berjalan selama satu tahun.

Bacaan Lainnya

Pada tahun lalu ketika UU tersebut masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas), ada satu fraksi di DPR yang mempertanyakan urgensi dari kenaikan tarif Bea Meterai (sumber : www.dpr.go.id). Fraksi tersebut berpendapat bahwa kenaikan bea meterai berpotensi semakin melemahkan daya beli masyarakat dan menjadi beban baru bagi perekonomian, terutama pada tahun 2020 kondisi masyarakat Indonesia mengalami kelesuan akibat pandemi Covid-19. Oleh sebab itu, dalam tulisan ini Penulis akan mencoba memaparkan urgensi mengapa sebaiknya tarif Bea Meterai dinaikkan.

Berita-berita yang bermunculan ketika Penulis mengetikkan frasa “Alasan Bea Meterai naik” pada mesin pencari adalah Ibu Sri Mulyani Indrawati (SMI), selaku Menteri Keuangan Kabinet Indonesia Maju, mengatakan bahwasanya Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per kapita pada tahun 2000 jika dibandingkan dengan 2017 telah naik hampir delapan kali lipat, namun tarif Bea Meterai tetap stagnan. Tak elak, pembaca berita akan mengernyitkan dahi, mengapa perbandingan yang digunakan adalah 2000 dengan 2017? Ibarat membandingkan keadaan seseorang yang baru lahir dengan siswa SMA kelas 12. Tentu ada perbedaan signifikan yang terlihat. Namun, ketika kita membicarakan kejadian tentang ekonomi, maka hal tersebut sah-sah saja selama diketahui alasannya.

Seperti yang diketahui bersama, pada Pasal 2 UU 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai menyatakan bahwa terdapat dua tarif, yaitu Rp500,00 dan Rp1.000,00. Adapun di Pasal 3 UU yang sama menyatakan bahwa tarif tersebut dapat dinaikkan oleh pemerintah menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) dengan pengali maksimal adalah enam. Seiring dengan berjalannya waktu, ada PP No. 7 Tahun 1995 yang menaikkannya menjadi Rp1.000,00 dan Rp2.000,00. Hingga pada tahun 2000 ada PP No. 24 Tahun 2000 yang menggunakan pengali maksimal sehingga tarif meterai menjadi Rp3.000,00 dan Rp6.000,00. Alhasil, Ibu SMI menggunakan tahun di mana beleid terbaru diterbitkan, yaitu tahun 2000, sebagai tahun data pembanding.

Pos terkait