Oleh MHD. Natsir Yunas (Dosen Jurusan PLS FIP UNP Padang)
SETIAP tanggal 8 September telah ditetapkan oleh United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai Hari Aksara Internasional. Tema yang diusung tahun ini adalah “Literacy for a human-centred recovery: Narrowing the digital divide. Peringatan ini menyadarkan kita akan pentingnya literasi sebagai bagian dari hak asasi manusia. Di samping itu juga memberikan semangat kepada setiap individu dalam masyarakat untuk meningkatkan kemampuan literasi mereka.
Sebagai salah satu anggota UNESCO, Indonesia memberi perhatian yang sangat besar terhadap upaya pengentasan buta aksara. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, persentase dan jumlah penduduk buta aksara telah mengalami penurunan jika dibandingkan dengan persentase dan jumlah buta aksara tahun 2019. Persentase buta aksara tahun 2019 sebanyak 1,78 persen atau 3.081.136 orang, dan pada tahun 2020 turun menjadi 1,71 persen, atau menjadi 2.961.060 orang. Hal ini berarti bahwa Indonesia sudah mampu melampaui target UNESCO yakni pengurangan sebesar 50 persen tingkat buta aksara yang ada.
Meskipun target penurunan buta aksara telah tercapai, upaya pengentasan penduduk buta aksara dan pengembangan keaksaraan harus terus dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadi buta aksara kembali. Upaya ini ditempuh dengan menyinergikan kinerja dan sumber daya dari berbagai kalangan baik dari unsur pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat dan pemangku kepentingan pendidikan keaksaraan.
Keberaksaraan masyarakat merupakan hal yang sangat mendasar dalam kehidupan berbangsa. Dengan memiliki kemampuan keaksaraan dasar yaitu membaca, menulis, berhitung, dan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia, seseorang dapat lebih memperluas akses pengetahuan dan informasi dalam berbagai bidang kehidupan sehingga akan lebih berdaya dan dapat memberikan manfaat kepada lingkungannya.
Namun saat ini kompetensi literasi tidak hanya diukur dari kemampuan membaca dan menulis. Kemampuan membaca dan menulis atau terbebas dari buta huruf, hanyalah salah satu dari indikator literasi yang harus dicapai. Selain kemampuan membaca dan menulis, masyarakat juga harus memiliki literasi yang lainnya yaitu, literasi berhitung, literasi sains, literasi teknologi informasi dan komunikasi, literasi keuangan, literasi budaya dan kewarganegaraan. Keenam literasi ini menjadi salah satu syarat utama dalam pembangunan masyarakat.
Terlebih lagi di saat pandemi seperti saat sekarang ini. Kemampuan literasi menjadi kebutuhan yang mendesak untuk memudahkan proses belajar dan pekerjaan. Literasi dibutuhkan tiap individu untuk mengembangkan kemampuannya dalam meningkatkan kualitas hidup. Kemampuan literasi menjadi bagian yang terintegrasi dengan pendidikan dan proses belajar seumur hidup. Dalam rangka mewujudkan masyarakat pembelajar yang memiliki kompetensi literasi unggul. Karena sesungguhnya tingkat literasi berkorelasi positif terhadap ekonomi dan kesejahteraan. Sehingga akses dan penguasaan ilmu pengetahuan, menjadi modal bagi seseorang untuk lebih berdaya dalam meningkatkan kualitas hidup.
Berbagai upaya sudah dilakukan pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi untuk meningkatkan literasi masyarakat. Seperti melakukan gerakan literasi secara masif, baik di tingkat pusat maupun daerah. Gerakan itu di antaranya, Gerakan Indonesia Membaca, Gerakan Literasi Sekolah, Gerakan Literasi Keluarga, dan Gerakan Literasi Masyarakat yang secara aktif memberikan kontribusi positif bagi masyarakat. Walaupun demikian gerakan untuk meningkatkan kompetensi literasi masyarakat tetap harus dilakukan.
Peringatan Hari Aksara Internasional yang dilaksanakan di tengah pandemi seperti saat ini, haruslah bisa meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya melek huruf, agar bisa memajukan agenda literasi menuju masyarakat yang lebih melek huruf dan berkelanjutan. Hal ini tentu saja sesuai dengan tema yang diusung di tengah pandemi yang telah banyak mengganggu proses pembelajaran anak-anak, remaja, dan orang dewasa dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Di mana hambatan ini kian memperbesar ketidaksetaraan yang sudah terjadi sebelumnya dalam mengakses setiap peluang pembelajaran keaksaraan yang bermakna.
Oleh sebab itu dalam rangka memperingati Hari Aksara Internasional, setiap individu masyarakat haruslah menguatkan komitmen untuk meningkatkan kompetensi literasi yang dapat membantunya dalam belajar dan memudahkannya untuk berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Baik itu literasi berhitung, literasi sains, literasi teknologi informasi dan komunikasi, literasi keuangan, literasi budaya dan kewarganegaraan. Keenam kompetensi literasi ini harus dibangun dan dikembangkan dengan baik.
Di saat pandemi seperti seperti saat ini, literasi digital menjadi prasyarat yang harus dipenuhi agar proses belajar berjalan dengan baik. Kompetensi literasi digital menjadikan masyarakat berfikir kritis terhadap setiap informasi yang didapatkannya. Masyarakat tidak akan hanya sekedar pengguna dan penikmat teknologi digital. Tetapi mampu memberikan manfaat terhadap kualitas hidup mereka. Tentu saja juga hal ini akan melindungi masyarakat dari berbagai berita hoak yang tidak bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya. Dengan demikian mereka tidak hanya memiliki kemampuan membaca, tetapi juga mampu melakukan analisis dalam memahami setiap berita setelah membacanya. Selanjutnya dengan kompetensi tersebut mereka dapat menentukan sikap terbaik yang harus dilakukan.
Semoga peringatan Hari Aksara Internasional yang diselenggarakan setiap tahun tidak hanya bersifat rutinitas semata, tetapi hendaknya mampu meningkatkan kompetensi literasi masyarakat dalam mewujudkan individu yang senantiasa belajar dalam kehidupan sehari-hari. Belajar untuk bisa memberikan manfaat kepada dirinya dan lingkungan masyarakat di sekitarnya. ***