Lebih lanjut, Gus Yaqut mengatakan bahwa pesantren merupakan lembaga yang identik dengan Islam dan selalu mengandung makna keindonesiaan.
“Kita tahu Pesantren adalah lembaga pendidikan yang indigenous (asli) ada di Indonesia. Kita tidak akan pernah bisa menemukan pesantren di tempat lain di negara lain, pesantren ya pasti Indonesia,” katanya.
Karena itu, menurut Gus Yaqut menekankan bahwa pesantren seharusnya tidak hanya peranan tradisional saja, tapi juga pada peranan yang lebih penting seperti memelihara tradisi keislaman dan mereproduksi ulama.
Ia juga menjelaskan bahwa tantangan pesantren ke depan salah satunya adalah bagaimana mewujudkan ulama yang kompatibel dengan perkembangan zaman.
“Penting juga untuk mencetak ulama yang mempunyai peran atau bisa berperan dalam pusat-pusat pembangunan yang berbasis masyarakat (community based on development). Jadi, Kiai yang ulama, yang memiliki perspektif membangun masyarakatnya,” tegasnya.
Tidak hanya itu, Gus Yaqut juga menyebutkan tantangan lain yang dihadapi pesantren adalah bagaimana menciptakan ulama yang mampu membangun dan memiliki perspektif berdasarkan nilai-nilai yang dipelajari di pesantren atau value oriented development.
Acara itu dihadiri juga oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Ketua RMI-PBNU Abdul Ghofar Rozin, Rois Syuriah PCI NU Amerika Serikat Ahmad Sholahuddin Kafraw, PCI NU Australia Eva Fachrunnisa, Pengasuh Pesantren Al-Anwar Sarang Abdul Ghofur Maimoen, dan Nadhirsyah Husein atau Gus Nadir. (aaa/pe)