Ibu Kota Negara Berpindah (The Glory of the Past)

  • Whatsapp
Muhd Nur Sangadji/ foto: Ist/PaluEkspres

Bila kita mundur lebih jauh lagi ke belakang, jauh sebelum kedatangan Portugis dan Spanyol ke Indonesia (baca : Maluku). Kesultanan Tidore telah memiliki tradisi pindah Ibu kota secara periodik. Saat kapal Trinidad dan Victoria milik Spanyol tiba di Pulau Tidore tahun 1521. Ibu kota Kesultanan Tidore ada di desa Mareku. Sisa-sisa peninggalan istananya masih terlihat. Saat ini ibukota kesultanannya ada di desa Soasio.

Bila kita bandingkan dengan Negara modern sebagai analogi. Kita bisa tunjukkan beberapa saja sebagai contoh. Amerika Serikat dari New York ke Washington. Australia dari Melbourne ke Canberra. Belanda dari Amsterdam ke Denhag. Pastilah semua negara ini punya pertimbangan sendiri-sendiri.

****

Sekarang, coba kita tinjau dari aspek efesiensi. Posisi Jakarta yang letaknya relatif terlalu ke Barat, sangat merugikan kawasan timur dari jangkauan akses transportasi. Penerbangan Papua atau Maluku Utara butuh jarak dan ongkos perjalanan yang tidak kecil. Meletakkannya di tengah, membuat posisi dan biaya menjadi lebih seimbang, adil dan proporsional. Ekonomi biaya tinggi bisa ditekan.

Ada lagi satu soal yang jarang terdengar dalam diskursus pindah ibu kota ini. Yaitu, aspek pemerintahan. Negeri yang pernah bernama Nusantara dan kini bernama Indonesia ini pernah punya pemerintahan pertama di era kerajaan. Namanya kerajaan Kutai Kertanegara. Ini kerajaan pertama dan letaknya pun ada di Kalimantan.

Jadi, sesungguhnya secara historis politik pemerintahan, kita menemukan lokasi di mana kita pernah punya pemerintahan yang beradab di zaman silam. Jauh sebelum datang periode penindasan imperialisme. Seandainya, akhirnya kita benar benar jadi pindah ke Kalimantan, maka kejayaan masa silam (the glory of the past) ini berharap lahir kembali. Semoga***

Pos terkait