JAKARTA, PE – Jiro Inao, General Manager JKT 48, ditemukan tewas gantung diri di kamar mandi rumahnya di Jurang Mangu Barat, Tangerang Selatan, Selasa (21/3).
Disebut-sebut, Jiro bunuh diri lantaran terlilit masalah pekerjaan.
Lagi-lagi, masalah pekerjaan menjadi dalang aksi bunuh diri orang Jepang. Tindakan mengakhiri hidup Jiro membuat kita teringat pada kasus serupa 2012 silam.
Dilansir dari J-cul.com, Menteri Jasa Keuangan Jepang, Tadahiro Matsushita, ditemukan tewas gantung diri di kediamannya. Kematiaannya tersebut terjadi di tengah penyelidikan korupsi Kementrian yang dipimpinnya.
Bunuh diri rupanya sudah ‘mendarahdaging’ bagi warga Jepang. Itu disebabkan orang-orang Negeri Sakura memiliki budaya rasa malu yang sangat tinggi.
Bahkan, nenek moyang mereka sejak zaman kekaisaran dulu, sudah menjadikan bunuh diri sebagai penyelesaian masalah.
Tindakan bunuh diri dalam bahasa Jepang disebut Harakiri atau Seppuku. Jika diartikan secara harfiah, Harakiri berarti ritual bunuh diri dengan menyobek perut menggunakan pisau kecil.
Tindakan ini dulu umumnya dilakukan oleh kaum samurai. Samurai yang pertama kali melakukan Harakiri adalah Minamoto no Yorimasa saat perang Uji, 1180.
Kemudian setelahnya, Harakiri menjadi tren di kalangan samurai dalam mengobati rasa malu. Terbukti, Harakiri banyak dilakukan oleh pemimpin tertinggi pasukan samurai yang kalah perang.
Bahkan, Harakiri dijadikan Toyotomi Hideyoshi, sang Taiko, untuk mengintimidasi lawan. Ia memaksa pimpinan pasukan lawan yang kalah berperang dengannya, untuk melakukan Harakiri demi memberikan tekanan psikologis bagi lawan.
Dalam perkembangannya di zaman modern, Harakiri sendiri tak selalu melibatkan pedang. Sebab, zaman para samurai di Jepang telah punah.
Kini, masyarakat Jepang menjadikan ritual bunuh diri untuk menyelesaikan masalah. Hal ini lantaran Harakiri dulu dilakukan oleh kaum samurai, maka orang-orang yang melakukan tindakan tersebut dianggap berjiwa ksatria dan bertanggung jawab.
Jika ditarik kesimpulannya, kemungkinan besar Jiro Inao melakukan Harakiri. Namun, kita tak sepatutnya terburu-buru berspekulasi.
(riz/fajar/PE)