Bahkan NTP untuk Perikanan Tangkap lanjutnya, berada pada angka 117,72 pada Februari 2017 lalu menurun menjadi 115,96 pada Maret 2017, namun NTP-nya termasuk dalam urutan tiga besar nasional.
“Tingginya NTP tangkap tentunya terkait dengan intervensi pemerintah baik pusat maupun daerah seperti bantuan kapal, pembangunan pelabuhan perikanan, pembangunan sistem rantai dingin seperti pabrik es, cold storedge serta bimtek,” ujar Hasanuddin Atjo.
Sedangkan kontribusi perikanan budidaya (tawar, payau dan laut) lanjutnya, masih di bawah 100 persen (85-86 %). Rendahnya NTP Budidaya ini antara lain disebabkan skala usahanya kecil dan menerapkan teknologi konvensional. “Kegiatan budidaya secara umum belum menjadi usaha pokok,” jelasanya.
Untuk diketahui kata Hasanuddin Atjo, proritas pembangunan Kelautan dan Perikanan di Sulteng 2011-2015 diarahkan ke pengembangan perikanan tangkap yang NTP saat itu sekitar 104-105 persen.
Sehingga, saat itu anggaran pembangunan untuk membangun infrastruktur dasar (pelabuhan, pabrik es dan cold storedge), bantuan kapal serta pengembangan SDM.
Selanjutnya, 2016-2021 prioritas pembangunan selain perikanan tangkap, juga diarahkan kepada pengembangan budidaya (tawar, payau dan laut), antara lain pengembangan infrastruktur, bantuan stimulan dan transformasi inovasi budidaya dan prosesing. Diprediksi, NTP Budidaya 5 tahun ke depan sudah di atas 100 persen.
(fit/Palu Ekspres)