Pada 14 Juli lalu pukul 11.00, Kominfo mengirimkan permintaan kepada para Penyelenggara Jasa Akses Internet untuk melakukan penutupan akses layanan Telegram Channel.
Setidaknya ada 11 domain name system (DNS) Telegram yang tak bisa diakses. Yakni Kesebelas DNS milik Telegram itu adalah t.me, telegram.me, telegram.org, core.telegram.org, desktop.telegram.org, macos.telegram.org, web.telegram.org, venus.web.telegram.org, pluto.web.telegram.org, flora.web.telegram.org, dan flora-1.web.telegram.org.
Penutupan itu sekaligus juga menjadi peringatan bagi penyedia konten digital lain termasuk media sosial untuk memperbaiki sistem pelayanan keamanan.
Rudi bahkan sudah memperingatkan Facebook dengan mengirimkan seorang pejabat ke kantor Facebook pada Juni lalu. Peringatan serupa untuk perbaikan sistem keamanan juga diserukan ke penyedia Youtube dan Twitter.
Kemarin (16/7) ada rilis resmi CEO Telegram Pavel Durov terkait pemblokiran tersebut melalui chanel telegramnya. Dia mengaku agak kecewa karena Kominfo melakukan pemblokiran terhadap Telegram.
Dia juga baru menyadari bahwa ternyata Kominfo sudah beberapa kali mengirimi Telegram email terkait konten radikalisme.
Sayangnya, tim Telegram memang tidak bisa memproses rekues tersebut secara cepat. Lalu kemudian Kominfo melakukan pemblokiran.“Hal ini yang kemudian memicu miskomunikasi dengan Kominfo,” tulis Durov.
Untuk menyelesaikan masalah tersebut, Durov menuturkan sudah melakukan tiga hal. Yakni menutup chanel yang berkaitan dengan teroris seperti permintaan Kominfo; dia sudah membalas email Menteri Kominfo yang berkaitan dengan langkah yang lebih efektif untuk memblok propaganda teroris; dan mengusulkan untuk membuat tim moderator yang memiliki pengetahuan tentang bahasa dan kultur Indonesia.
“Saat ini, kami sedang membuat tim moderator yang memiliki pengetahuan tentang bahasa dan budaya Indonesia untuk bisa memproses laporan terkait terorisme lebih cepat dan akurat,” kata Durov.
Sore kemarin (16/7), situs telegram.org yang sebelumnya diblokir sudah bisa dibuka. Tapi, tidak semua provider membuka blokir tersebut.
Rudi mengungkapkan dia sudah menerima permintaan maaf dari Durov. Menurut Rudiantara, Durov tidak menyadari adanya beberapa kali permintaan dari Kominfo sejak 2016.
Durov juga telah menindaklanjuti yang diminta oleh Kominfo dan mengusulkan komunikasi khusus untuk proses penanganan konten negtif khususnya radikalisme/teorisme.