Aturan Verifikasi Parpol di UU Pemilu Rawan Digugat

  • Whatsapp

PALU EKSPRES, JAKARTA – Meski UU Pemilu sudah disahkan, lembaga penyelenggara pemilu masih didera keresahan. Hal ini karena sejumlah pasal dinilai kontroversial sehingga terbuka peluang dilakukan judicial review.

Selain presidential threshold, norma menyangkut verifikasi partai peserta pemilu rawan digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Bacaan Lainnya

Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, gugatan pasal 173 ayat 3 tentang verifikasi partai paling berdampak secara teknis. Sebab, pendaftaran partai peserta pemilu sudah di depan mata.

’’UU bilang pendaftaran itu 18 bulan sebelum pemilihan. Jadi harus dibuka Oktober,’’ ujarnya di kantor KPU, Jakarta, kemarin (21/7).

Saat ini desain yang akan disiapkan KPU adalah yang sesuai dengan UU. Yakni, partai lama tidak perlu melakukan verifikasi.

Jika ada gugatan dan diterima MK, akan terjadi perubahan regulasi. Itu berarti bakal ada aktivitas verifikasi terhadap parpol lama.

Oleh karena itu, dia berharap agar MK bisa memproses setiap gugatan secara cepat. Terkait dengan verifikasi misalnya, putusan harus keluar tidak lebih dari akhir tahun.

Sebab, partai peserta pemilu sudah harus ditetapkan pada Februari. Sementara itu, penyelenggara membutuhkan penyesuaian untuk melakukan verifikasi partai lama.

’’Implikasinya ke personel dan anggaran. Juga menyangkut tahapan selanjutnya,’’ imbuhnya.

Tren kecepatan penyelesaian putusan MK selama ini menurun. Rata-rata perkara diselesaikan dalam waktu sepuluh bulan. Sekjen Partai Idaman Ramdansyah memastikan akan menggugat norma dalam pasal 173 ayat 3 tersebut.

Dia menilai, ketentuan yang hanya mewajibkan verifikasi dilakukan untuk partai baru sebagai ketidakadilan. Sebagai sesama calon peserta pemilu, semestinya mereka diperlakukan secara setara.

’’Putusan tentang verifikasi partai politik oleh KPU yang diputuskan MK berlaku untuk semua partai politik ternyata diabaikan,’’ ujarnya kepada Jawa Pos kemarin.

Ramdan mengatakan, dalam pasal tersebut, DPR menyiasati dengan tidak mengubah syarat persentase pengurus tingkat provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan sebagaimana putusan MK. Meski demikian, dia meyakini hal tersebut tetap inkonstitusional.

Pos terkait