PALU EKSPRES, JAKARTA – Insiden penolakan Amerika Serikat terhadap Panglima TNI Gatot Nurmantyo oleh US Border Protection Custom masih terus berbuntut panjang.
Ironisnya, penolakan itu didapat Gatot saat akan menghadiri undangan Panglima Tentara Gabungan AS Jenderal Josef Dunford Jr.
Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS, Mardani Ali Sera menyebut, penolakan itu mensiratkan bahwa Amerika tak senang dengan Gatot dianggap sosok ultranasionalis dan dekat dengan kalangan Islam.
Hal itu diungkap Mardani dalam diskusi yang diselenggarakan Garuda Nusantara Center di Bangi Kopitiam, Kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Jumat (27/10).
Ia menganggap, Gatot sebagai rising star lantaran sosoknya yang berhasil meredam gejolak aksi massa besar 212 saat masa Pilkada DKI.
Itu dilakukan Gatot dalam setiap pernyataannya kepada media bahwa aksi tersebut merupakan aksi damai dan tidak ada indikasi untuk melakukan makar.
“Jika muaranya seperti itu, menurut saya ada benarnya juga. Ada pesan dari Amerika tidak suka dengam Gatot, oleh sebab itu jangan pilih Gatot pada Pilpres yang akan datang,” kata Mardani.
Berbeda, anggota Komisi I Fraksi Golkar Bobby Rizaldi beranggapan penolakan Gatot Nurmantyo yang dengan isu yang berkembang mengesankan adanya kebencian atau ketakutan Amerika terhadap Gatot itu tidak tepat.
Badan Pemenangan Pemilu Jawa-Sumatera DPP Golkar ini menyebut, bahwa bukan saja Gatot yang pernah mengalami hal tersebut.
Tercatat, Perdana Menteri India Narendra Modi juga mendapat penolakan atas visanya oleh Amerika pada tahun 2005 silam.
Lalu kemudian ketika dirinya menjadi Presiden India, sikap Amerika berubah bahkan Modi datang ke gedung Putih untuk menandatangai pembelian pesawat F16.
“Jadi menurut saya secara subjektif menyimpulkan, bahwa stigma Gatot sebagai pribadi atau Panglima TNI yang ditolak dengan alasan Amerika tidak berkenan itu sudah gugur,” kata Bobby.
(sam/rmol)