PALU EKSPRES, PALU – Penggantian nama lapangan H Hayun di Kabupaten Tolitoli Sulteng menjadi Gaukan Muhammad Bantilan, diprotes masyarakat setempat. Penggantian rencananya dilakukan dalam rangkaian HUT Kabupaten Tolitoli ke 57, Minggu 10 Desember 2017.
H Hayun merupakan sosok pejuang asal Desa Salumpaga Kecamatan Tolitoli Utara. Namanya tercatat dalam sejarah lantaran menjadi motor penggerak perlawanan terhadap penjajah Belanda tahun 1919.
Penggantian nama lapangan merupakan inisiasi Bupati Tolitoli, M Saleh Bantilan. Sebelumnya nama Bandara Udara Lalos, di Kecamatan Galang juga diganti dengan Sultan Bantilan. Setelah itu sebuah lapangan di Kelurahan Nopi Kecamatan Baolan juga diberi nama Matanggauk Sultan Bantilan.
Ratusan komentar sebagai reaksi masyarakat Tolitoli atas penggantian nama H Hayyun itu tumpah dalam sebuah group facebook, Tolitoli Bicara part two. Adalah pemilik akun bernama Aco Amir yang mempost sebuah halaman surat kabar dengan kolom judul’ Bupati dikukuhkan jadi raja, nama lapangan diganti, Senin Desember 2017.
Akun bernama Farizki Ahmad menyebut kebijakan itu cacat sejarah. Menghilangkan nilai histori. Apalagi sebelumnya nama bandara juga sudah menggunakan Sultan Bantilan.
“Kalau belum puas, nama pelabuhan dede juga diganti sekalian,”sindir Farizky.
Kemudian akun dengan nama Ullah Iskandar yang mempertanyakan histori kedua sosok, Sultan Bantilan dengan H Hayyun.
“Luruskan sejarah hehehehe, siapa yang sebenarnya pro rakyat waktu itu. Raja atau H Hayun,”tulis Ullah.
Komentar Ullah disahuti Akun Usman Hasan yang menyarankan untuk membedah lebih jauh sejarah di balik kedua sosok tersebut.
“Kalau mau luruskan sejarah, ya undang sejarawan. Diskusikan berdasarkan data, berembug, meneliti. Pokonya dilakukan secara ilmiah, bukan oleh orang awam,”balas Usman Hasan.
Berikutnya akun dengan nama Tau Mokosua yang menyebut kebijakan itu cendrung serakah.
“Raja dikukuhkan, nama lapangan diganti. Penguasan jaman now. Save H Hayun,”tulisnya.
Namun akun Om Lingayan Scout sedikit berbeda. Dia bertanya apakah orang lain saat ini tidak bisa mengukir sejarah.
“Kong so nda bisakah kalau sy,dia, dorang,kitorang beking sejarah.. untuk dikenang,”tuisnya.