PALU EKSPRES, PALU – Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) semakin ketat. Tak hanya dilarang mengkuti kampanye pasangan calon, dalam menggunakan media sosial ASN juga tak boleh memberi like, share hingga mengomentari postingan kandidat. Termasuk memberi emotikon, marah dan senang atau tertawa. Memberi like (tanda jempol) atau mengirim emotikon lainnya, itu termasuk menodai prinsip netralitas aparatur negara.
Mengirim emoticon bisa dianggap menggambarkan afiliasi politik seorang ASN pada pasangan tertentu. Bagi ASN, netralitas terhadap semua pasangan calon maupun peserta pemilu, pileg dan pilpres adalah sebuah keniscayaan. Tidak boleh dibantah selain diterima dan dijalankan.
Kepada Palu Ekspres, Anggota Bawaslu Sulteng Zatriawaty SH, menjelaskan prinsip netralitas aparat sipil itu, dimaksudkan agar aparat bisa memahami posisi dan kedudukannya sebagai pelayan masyarakat. Mereka para ASN ungkap mantan Komisioner KPU Kota Palu itu, bukan bagian kekuatan mesin politik tertentu.
”Karena posisinya itulah, maka ASN ini harus menjaga jarak dengan politik kepentingan, tidak boleh dimanfaatkan atau mereka sengaja menceburkan diri dalam kancah politik praktis,” ulas perempuan berkerudung ini.
Sekadar diketahui, di jagat media sosial, emoticon merupakan sebuah gambar karakter untuk mengekspresikan perasaan yang tidak dapat diutarakan oleh kata-kata. Selain emoji, ada juga emoticon dan stiker yang dapat digunakan di berbagai aplikasi chatting. Bawaslu melarang itu semua, karena ini termasuk melewati garis netral.