Warga Pantoloan curhat Mandeknya Ganti Rugi Lahan, Begini Tanggapan Anggita DPR

  • Whatsapp

PALU EKSPRES, PALU – Sejauh ini pembebasan lahan untuk pembangunan fly over tak kunjung rampung. Padahal dananya sudah siap. Cerita soal belum terbangunnya fly over mengemuka saat dengar pendapat, antara Wakil Ketua Komisi V DPR RI Muhidin M Said dengan warga Pantoloan, di kediaman H. Kadir, Sabtu (21/4).

Tokoh masyarakay Pantoloan, Muhsen mengatakan, pembebasan lahan menjadi masalah serius. Mendengar curhatan Muhsen, Muhidin sontak kaget. Pasalnya, sejak setahun lalu, ia di Komisi V telah menyetujui alokasi dana. Bahkan ia terus berkomunikasi dengan Kementerian terkait memastikan pembangunan fly over yang menunjang interkoneksi kawasan ekonomi khusus (KEK) sudah dimulai.

Bacaan Lainnya

Penyebab belum terealisasi pembangunan fly over tersebut, ternyata soal penyelesaian hak keperdataan menyangkut ganti rugi harga tanah. Menurut Muhidin khusus fly over, dirinya berani menggaransi bisa dikerjakan secepatnya tergantung bagaimana Pemda menyelesaikan ganti rugi tanah warga. Pemerintah pusat katanya tidak tidak mau menanggung ganti lahan – sesuatu yang sebenarnya menjadi tanggungjawab pemda.
”Dimana pun di seluruh Indonesia aturannya begitu. Tapi saya jamin kalau fly over ini bisa cepat. Uangnya sudah ada, kementeriannya juga langsung dibawa taktis Komisi V. Jadi enak koordinasinya,” ujarnya memberi jaminan.

Soal ganti rugi tanah yang belum menemukan titik temu, Muhidin menyarankan dicari formula yang tidak merugikan semua pihak. Untuk itu DPRD khususnya dari Golkar bisa berperan lebih, mengomunikasikan semua simpul kepentingan agar tidak yang dirugikan. Namun menurut dia, penentuan harga tanah ditentukan oleh apraisal.

”Nah harga dari hasil apraisal inilah yang menjadi acuan semua pihak, sebagai dasar pembayaran,” katanya. Ia menjamin hasil apraisal tidak akan membuat masyarakat rugi. Karena di sana mempertimbangkan banyak sisi. Mulai dari nilai keekonomian aset, kewajaran hingga lokasi aset yang bisa menentukan tinggi rendahnya suatu aset. Muhidin kemudian membuka perspektif masyarakat.

Kemajuan suatu kawasan memang harus membawa korban. Misalnya, jika pemerintah hendak membangun sentra ekonomi, maka dipastikan akan ada penataan kawasan. Di situ, hampir dipastikan akan ada ekosistem yang berubah. Entah itu kawasan pemukiman warga maupun dari sisi lingkungannya.

Pos terkait