Oleh: Arif Jamali Muis
(Wakil Ketua PW Muhammadiyah DIY)
Hadirnya Bulan suci Ramadan di saat tahun politik (Tahun 2018 dan 2019) bak penyejuk bagi bangsa ini, harus jujur kita akui pasca pilpres tahun 2014, pilkada Jakarta tahun 2017 dan puncaknya tahun politik 2018 dan 2019, menjadikan bangsa ini terbagi dalam dua kelompok besar, yakni pendukung Jokowi (pemerintah) dan oposisi pemerintah.
Pertentangan ini tidak hanya terjadi pada elit politik tetapi sudah menyentuh tataran masyarakat, lihatlah bagaimana setiap kejadian selalu saja dijadikan alat untuk saling menjatuhkan, kasus Hari Bebas Kendaraan (Car Free Day) di Jakarta, meninggalnya seorang anak karena antre sembako di Monas, kasus bentrokan di Mako Brimob dan yang terakhir BOM maut Surabaya.
Entah masih berapa banyak lagi momentum kedepan yang akan dijadikan alat saling bertengkar, menjatuhkan, dan jika tidak hati – hati, energi bangsa ini habis hanya untuk saling menegasikan, kita lupa untuk membangun peradaban bangsa ini.
Dalam suasana batin tahun politik seperti ini, ujaran kebencian gampang diucapkan, fitnah, saling klaim kebenaran marak di tengah masyarakat terutama media sosial, hadirnya Bulan suci Ramadhan 1439 H sejatinya dapat menjadi penyejuk bagi bangsa Indonesia yang mayoritas umat Islam.
MERAMADANKAN KEHIDUPAN
Perintah Puasa di bulan Ramadan (QS: 2; 183) sesungguhnya tidak hanya perintah untuk tidak makan, minum, merokok, berhubungan suami istri dari terbit fajar hingga terbenam matahari, melainkan perintah mulia untuk mensucikan diri, mengendalikan nafsu duniawi agar mencapai derajat kemuliaan disini Allah, yaitu ketakwaan.
Nabi pernah bersabda kepada para sahabatnya sehabis perang, bahwa meraka akan menghadapi perang yang lebih besar, para sahabat nabi bingung dan bertanya perang apalagi yang lebih besar dan dahsyat, di jawab nabi perang melawan hawa nafsu. Berpuasa bermakna juga berkuasa atas hati, pikiran, perkataan yang positif dan konstruktif.
Ketika umat Islam berpuasa, dan mengendalikan dari segala yang membatalkan puasa dan menghindari dari perbuatan negatif yang dapat mengurangi pahala puasa, berkuasa atas bisikan setan dan kesenangan duniawi, itulah yang dapat memberikan makna dalam kehidupan dan dapat meramadankan kehidupan.