Dengan memperhatikan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa i’tikaf dapat dilaksanakan dalam beberapa waktu tertentu, misal dalam waktu 1 jam, 2 jam, 3 jam dan seterusnya, dan boleh juga dilaksanakan dalam waktu sehari semalam (24 jam).
TEMPAT PELAKSANAAN I’TIKAF
Di dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 187 dijelaskan bahwa i’tikaf dilaksanakan di masjid. Di kalangan para ulama ada pebedaan pendapat tentang masjid yang dapat digunakan untuk pelaksanaan i’tikaf, apakah masjid jami’ atau masjid lainnya. Sebagian berpendapat bahwa masjid yang dapat dipakai untuk pelaksanaan i’tikaf adalah masjid yang memiliki imam dan muadzin khusus, baik masjid tersebut digunakan untuk pelaksanaan salat lima waktu atau tidak. Hal ini sebagaimana dipegang oleh al-Hanafiyah (ulama Hanafi).
Sedang pendapat yang lain mengatakan bahwa i’tikaf hanya dapat dilaksanakan di masjid yang biasa dipakai untuk melaksanakan salat jama’ah. Pendapat ini dipegang oleh al-Hanabilah (ulama Hambali).
Menurut hemat kami masjid yang dapat dipakai untuk melaksanakan i’tikaf sangat diutamakan masjid jami (masjid yang biasa digunakan untuk melaksanakan salat Jum’at) , dan tidak mengapa i’tikaf dilaksanakan di masjid biasa.
SYARAT-SYARAT I’TIKAF
Untuk sahnya i’tikaf diperlukan beberapa syarat, yaitu; 1) Orang yang melaksanakan i’tikaf beragama Islam, 2) Orang yang melaksanakan i’tikaf sudah baligh, baik laki-laki maupun perempuan, 3) I’tikaf dilaksanakan di masjid, baik masjid jami’ maupun masjid biasa, 4) Orang yang akan melaksanakan i’tikaf hendaklah memiliki niat i’tikaf, 5) Orang yang beri’tikaf tidak disyaratkan puasa. Artinya orang yang tidak berpuasa boleh melakukan i’tikaf
HAL-HAL YANG PERLU MENDAPAT PERHATIAN BAGI ORANG YANG BERI’TIKAF
Para ulama sepakat bahwa orang yang melakukan i’tikaf harus tetap berada di dalam masjid tidak keluar dari masjid. Namun demikian bagi mu’takif (orang yang melaksanakan i’tikaf) boleh keluar dari masjid karena beberapa alasan yang dibenarkan, yaitu; 1) karena ’udzrin syar’iyyin (alasan syar’i), seperti melaksanakan salat Jum’at, 2) karena hajah thabi’iyyah (keperluan hajat manusia) baik yang bersifat naluri maupun yang bukan naluri, seperti buang air besar, kecil, mandi janabah dan lainnya, 3) karena sesuatu yang sangat darurat, seperti ketika bangunan masjid runtuh dan lainnya.