PALU, PE — Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Tengah akan berkontribusi dalam mewujudkanvisi misi Gubernur Sulteng periode 2016-2021 Longki-Sudarto yang baru saja dilantik oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara 16 Juni 2016.
Visi Gubernur terpilih adalah terwujudnya Sulawesi Tengah yang Mandiri, Maju dan Berdaya Saing, sebagai lanjutan visi sebelumnya “Sejajardengan Provinsi Maju di Timur Indonesia dalam pengembangan Agribisnis dan Kelautan”. Stategi DKP terkait dengan itu, adalah mengembangkan komoditas unggulan sektor ini dengan basis kewilayahan atau cluster dan berorientasi kepada industrialisasi.
Mewujudkan rencana ini dibutuhka dukungan sektor lain seperti pengembangan sumberdaya manusia; infrastruktur dasar seperti Pelabuhan Perikanan, irigasi pertambakan, Prasarana logistik dan distribusi (pabrik Es, Coldstoredge dan alat angkut). Selanjutnya ketersediaan listrik dan air bersih, kelayakan jalan termasuk jalan-jalan produksi serta Pelabuhan pengiriman laut maupun udara juga menjadi faktor yang menentukan.
Kepala Dinas KP Sulteng, Dr. Ir. Hasanuddin Atjo, MP mengatakan bahwa pada periode pertama pemerintahan Longki-Sudarto 2011-2016, dinasnya telah membuat roadmap atau peta jalan pengembangan komoditas unggulan tersebut yaitu, (1) Udang. (2) Tuna-Cakalang, (3) Rumput laut, (4) Bandeng, (5) Sidat, (6) Ikan karang seperti kerapu dan sejenisnya, serta (7) komoditas yang terkait ketahanan pangan yaitu ikan pelajik kecil seperti kembung dan layang serta ikan tawar seperti Nila dan Mas.
Roadmap ini akan menjadi salah satu pertimbangan utama pengembangan sektor Kelautan dan Perikanan bagi Pemerintah maupun stakeholders lainnya. Diakuinya untuk menuju visi itu dibutuhkan proses panjang karena terkait Koordinasi lintas sektor. Regulasi dan intervensi yang saat ini secara umum masih menjadi kendala.
Dari tujuh komoditas utama itu, dalam periode 2016-2021 setidaknya ada empat komoditas yang akan dikembangkan dengan pendekatan industrialisasi, yaitu Udang; Tuna-Cakalang; Bandeng dan Rumput laut.
Atjo mengatakan bahwa ada dua syarat utama untuk menjadi komoditas industrialisasi, pertama adalah jaminan supply (quantiti, quality dan konsistensi) yang selama ini sering dikeluhkan, dan yang kedua adanya jaminan Pasar. Dukungan yang diperlukan guna memenuhi dua syarat itu adalah pengembangan sistem produksi termasuk Inovasi-teknologi dan sumberdaya manusia; sistem logistik serta ; sistem distribusi.
Kita di Sulawesi Tengah sebenarnya diuntungkan karena memiliki Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Harapan kita adalah bagaimana KEK ini segera dapat difungsikan karena di dalamnya sangat terkait dengan peran industri prosesing, logistik dan distribusi yang bisa meningkatkan efesiensi dan nilai tambah yang bermuara kepada peningkatan daya saing komoditas kita.
Saat ditanya di ruang kerjanya Senin, 13 Juni 2016 dari empat komoditas itu, mana yang paling siap. Atjo mengatakan bahwa Udang dan Tuna-Cakalang segera didorong masuk ke Industrialisasi, karena kedua komoditas ini sistem produksinya telah dikuasai dengan baik ditunjang lagi dengan pasarnya sangat terbuka dan bernilai Ekonomi tinggi.
Selanjutnya Dia mencontohkan pengembangan industrialisasi udang. Saat ini teknologi budidaya udang berkembang sangat cepat. Penemuan teknologi budidaya udang supraintensif oleh ketua Shrimp Club Indonesia, wilayah Sulawesi, Hasanuddin Atjo di tahun 2011 merupakan sebuah amunisi baru untuk jaminan suply bahan baku. Dengan teknologi ini maka dalam setiap ha (konversi) akan dihasilkan udang jenis vaname sebesar 150 ton/musim tanam atau 300 ton/tahun.
Kalau diasumsikan dalam lima tahun kedepan di 12 kabupaten/kota se Sulteng terbangun 200 ha tambak supra intensif dengan tingkat produktifitas rata-rata 150 ton /ha/tahun (angkap roduktifitas pesimistis), maka setiap tahun akan diperoleh tambahan bahan baku sejumlah 30.000 ton ( produksi udang Sulteng 2015 sekitar 8.000 ton)).
Saat ini di Sulteng telah terbangun beberapa unit tambak supra intensif sebagai tambak contoh dan mulai diikuti oleh beberapa pelaku usaha.Tahun 2016 ini beberapa pelaku usaha telah membebaskan lahan untuk memproduksi udang dengan teknologi serupa.
Efek domino dari peningkatan produksi ini akan mendorong tumbuhnya industri di hulu seperti perbenihan, pabrik pakan, peralatan dan mesin. Demikian juga akan memicu bergeraknya industri di hilir seperti industri prosesing yang memerlukan cold storage dan pabrik es serta industri penunjang lainnya. Kesemuanya ini akan berdampak terhadap peningkatan serapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Sebagai catatan bahwa dengan pendekatan industri, maka setiap ton udang memerlukan tenaga kerja sekitar 200 orang/hari. Implikasinya kalau Sulteng memiliki bahan baku udang 38.000 ton/tahun, maka kebutuhan tenaga kerja adalah sekitar 25.000 orang.
Apa yang menjadi kebijakan DKP Sulteng juga sejalan dengan pemikiran ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) yang juga mantan Menteri Kelautan dan Perikanan era Megawati (Kompas, 14 Juni 2016) bahwa Indonesia untuk keluar dari persoalan pangan, pertumbuhan ekonomi dan serapan tenaga kerja Indonesia harus segera masuk ke Industri Budidaya Perikanan (Akuakultur) dan dicontohkan dengan Industri udang.
Diakhir wawancara, Atjo yang juga wakil ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) menyitir press rilis Tim Komunikasi Presiden (Sukardi Runakit): mengatakan bahwa Presiden Jokowi dalam rapat terbatas kabinet 15 Juni 2016 di Istana Negara menegaskan bahwa “ Masa depan Indonesia Ada di Laut”.
Presiden mencontohkan Jepang mampu menyumbang 48,5% dari Produk DomestikBruto(PDB) nya atau setara dengan USD 17.500 milyar hanya dari sektor ekonomi kelautannya. Sementara Thailand dengan panjang garis pantai 2.800 km, ekonomi kelautannya mampu menyumbang devisa sebesar USD 212 milyar.
Indonesia dengan luas wilayah laut mencapai 70% kontribusi ekonomi Kelautannya kurang dari 30 %. Selanjutnya Presiden mengatakan bahwa potensi ekonomi Kelautan kita sebesar USD 1,2 trilyun dan penyerapan tenaga kerja sekitar 40 juta orang. Selanjutnya Presiden menginstruksikan agar kebijakan pembangunan lebih berorientasi kepada pembangunan ekonomi kelautan. (aaa)